- Rincian
- Ditulis oleh Said Hawwa
- Dilihat: 607
Mengenal Allah (ma’rifatullah) adalah landasan tempat berdirinya Islam secara keseluruhan. Tanpa ma’rifat ini,
seluruh amal ibadah dalam Islam atau untuk Islam menjadi tidak memiliki
nilai hakiki. Ini dikarenakan dalam kondisi seperti itu, orang tersebut
kehilangan ruh-nya, apa nilai amal yang tidak memiliki ruh?
Bagaimana kita mengenal Allah? Jalan apa yang harus ditempuh untuk
menuju ma’rifah ini? Pertanyaan ini harus dijawab, karena jika kita
tidak mengetahui jalannya, kita tidak akan sampai ke tujuan yang kita
inginkan.
Pandangan Orang-Orang Kafir Terhadap Jalan Ini
Banyak orang, baik pada masa lalu maupun pada masa kini, yang
mengingkari wujud Allah, Dengan alasan bahwa mereka tidak dapat
merasakan keberadaanNya dengan indera mereka. Mereka berpendapat bahwa
jalan untuk mengetahui segala sesuatu adalah indra itu. Karena itu,
mereka menuduh orang yang beriman kepada Allah sebagai pengkhayal,
sesat, pembuat klenik, sakit jiwa, tidak ilmiah, dan tuduhan-tuduhan
lainnya yang dialamatkan oleh orang-orang kafir terhadap kaum beriman. Dengan alasan, orang-orang yang beriman itu mengimani wujud Allah bukan dengan jalan inderawi.
Mereka yang berkata bahwa mereka hanya mengimani apa yang dapat
ditangkap oleh indra mereka, terbantah sendiri oleh realitas material
tempat mereka hidup. Misalnya, mereka mengimani adanya kekuatan
gravitasi dan hukumnya meskipun mereka tidak melihat keberadaannya
secara indrawi. Mereka mengimani keberadaan rasio meskipun mereka tidak
melihat wujudnya, semata-mata hanya melihat hasilhasilnya. Mereka
mengimani keberadaan magnet
sebagai hasil dari melihat adanya daya tarik-menarik antara satu besi
dan besi lainnya, tanpa melihat faktor yang menariknya. Mereka mengimani
keberadaan elektron dan neutron meskipun mereka tidak pernah melihat
elektron dan neutron. Semua itu menunjukkan bahwa mereka mengimani
banyak hal yang tidak dapat dicapai oleh indra semata-mata setelah
mereka melihat pengaruh atau kekuatan yang ditunjukkan oleh hal-hal yang
diimani keberadaannya itu. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa
banyak hal yang diimani keberadaannya oleh mereka adalah semata-mata
ditunjukkan oleh pengaruh pengaruhnya, bukan karena mereka menangkap
dzatnya dengan indera mereka.
Rasiolah, bukan indra, yang memperkenalkan semua itu kepada mereka.
Indra adalah alat yang memberikan perangkat-perangkat penilaian kepada
rsio sehingga ia dapat menetapkan penilaiannya, namun tanpa keberadaan
rasio, tentulah penilaian itu tidak dapat dihasilkan dan tentu saja
tidak dapat dihasilkan suatu pengetahuan. Lebih jauh, pada faktanya,
indra acapkali memberikan gambaran yang keliru kepada kita dan dengan
akal sajalah kita baru mengetahui fakta yang sebenarnya. Misalnya,
sebatang tongkat yang dicelupkan ke dalam air
akan nampak bengkok. Garis-garis yang diletakkan sejajar, dari jarak
jauh akan terlihat tidak sejajar. Nomor-nomor berwarna putih tampak
lebih besar dari nomor-nomor berwarna lainnya. Kita selalu merasa bahwa
kita sedang berjalan dengan kepala diatas meskipun kita berada di kutub
Utara, kutub Selatan, atau di garis katulistiwa. Semua kenyataan itu
menjelaskan kepada kita dengan jelas bahwa tanpa dukungan rasio, niscaya
indra kita akan memberikan gambaran yang salah, bukan kebenaran, dan
tanpa rasio, kita tidak akan dapat memiliki pengetahuan.
Apakah mereka benar ketika mereka membatasi semua pengetahuan hanya
melalui jalan indra? Apakah mereka bersikap logis terhadap diri mereka
sendiri ketika mereka menolak keimanan kepada Allah, dengan alasan
mereka tidak dapat mencapaiNya dengan indra mereka? Ini terjadi meskipun
mereka mempercayai banyak hal lain yang tidak dapat mereka tangkap
dengan indra mereka dan hanaya mereka tangkap dengan indra mereka dan
hanya mereka lihat pengaruhnya saja. Semua itu adalah fakta terbanyak
yang diketahui manusia.
Sebelum ditemukan alat yang dapat mendeteksi kebenaran beberapa wujud
yang kasat mata, apakah wujud itu belum ada? Karenanya, apakah
pengingkaran mereka terhadap wujud itu, sebelum ditemukannya alat
pendeteksi, bersifat ilmiah? Selanjutnya, apakah seluruh fakta ilmiah
ditemukan oleh indra atau alat? Bukankah fakta matematis dan banyak
fakta kosmos hanya dapat dicapai oleh rasio, kontemplasi, dan
penghubungan konklusi dengan premis-premis? Selanjutnya, bukankah setiap
masalah memerlukan perangkat khusus yang sesuai dengannya? Bukankah
perangkat rasio mencukupi bagi mereka untuk sampai kepada Allah?
Seandainya mereka mempunyai hati niscaya kami ajak mereka bicara dengan
hati dan akan kami terangkan bagaimana orang-orang yang mempunyai hati
nurani yang bersih (ahlul qulub) dapat mencapai ma’rifat Allah dengan hati mereka, dengan kadar ma’rifat yang sebenarnya, yaitu ma’rifat dzauqiyah yang
tidak dapat dibandingkan kekuatannya dengan ma’rifat apapun jua. Akan
tetapi, hati mereka telah mati sehingga kami tidak ingin mengajak mereka
berbicara dengan hati karena mereka tidak akan memahaminya. Yang kami
maksud dengan “hati” itu bukanlah hati material, yang mereka kenal,
namun ia adalah “hati” lain, yang berpusat dalam kalbu.
Persepsi
yang salah tentang jalan ma’rifat kepada Allah ini, baik pada masa lalu
maupun pada masa kini, adalah salah satu unsur terbesar yang menjauhkan
manusia dari jalan keimanan yang shahih kepada Allah, padahal kesalahan
persepsi semacam amat jelas. Secara elementer, rasio mengatakan behwa
Allah-lah yang menciptakan seluruh materi ini, bukan materi yang
menciptakan dirinya sendiri karena materi tidak dapat menciptakan
materi. Jika puncak capaian indra dalam dunia materi ini adalah materi
yang terindera saja, tentulah indra mereka tidak akan dapat mencapai
makrifat Allah. Tampaknya, semua bangsa dan golongan, atau seseorang
dari kalangan kafir, pasti mengalami kerancuan tentang persepsi indrawi
dalam mencapai ma’rifat dzat ilahiyah. Pada masa kini, kita mendengar
beberapa orang yang mengatakan bahwa karena Tuhan tidak dapat dilihat,
Tuhan tidak ada. Mereka pun akhirnya memilih ateisme. Lebih ekstrem,
kita dapati beberapa negara yang meneriakkan hal itu, seperti yang
dilakukan oleh Radio Uni Soviet, selepas mereka berhasil meletakkan
satelit pertama mereka ke ruang angkasa.
Salah
satu jawaban fitrah yang menarik tentang masalah ini adalah anekdot
berikut ini. Di sebuah sekolah dasar, seorang guru SD berkata anak-anak
murid kelas enam SD,
“Apakah kalian melihat diri saya?” Mereka menjawab, “ya”.“Dengan begitu, berarti saya ada, “ kata sang guru.“Apakah kalian papan tulis?” tanyanya lebih lanjut.“Ya”“Jika demikian, papan tulis itu ada, “kata sang guru.“Apakah kalian melihat meja itu?” tanyanya lebih lanjut.“Ya”“Berarti meja itu ada,” kata sang guru.“Apakah kalian melihat Tuhan?” tanyanya lagi.“Tidak”.“Itu berarti Tuhan tidak ada”.Selanjutnya, seorang murid yang cerdas berdiri dan bertanya, “Apakah kalian melihat akal guru kita?”Mereka menjawab, “Tidak”“Dengan demikian, akal guru kita tidak ada!”
Persepsi yang salah ini telah menjadi pegangan banyak orang kafir,
semenjak zaman lampau. Ia juga salah satu hasil penyakit jiwa atau hati,
bukan hasil dari pemikiran yang sehat, lurus dalam memandang sesuatu.
Al-Qur’anul Karim telah memberikan kepada kita bahwa orang-orang
kafir, disepanjang masa, mensyaratkan keimanan kepada Allah dengan jalan
pendengaran dan penglihatan. Al-Qur’an telah menyebutkan kesalahan
syarat seperti itu. Hal itu juga adalah bentuk penyakit yang dihasilkan
oleh persepsi yang keliru. Al-Qur’an mengatakan bahwa faktor yang mendorong permintaan syarat seperti itu adalah: kejahilan, kesombongan, kesesatan dan kedzaliman.
Kejahilan
Allah berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ لَوْلَا يُكَلِّمُنَا
اللَّهُ أَوْ تَأْتِينَا آيَةٌ ۗ كَذَٰلِكَ قَالَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِم
مِّثْلَ قَوْلِهِمْ ۘ تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ ۗ قَدْ بَيَّنَّا الْآيَاتِ
لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata:
"Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan Kami atau datang
tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" demikian pula orang-orang yang
sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka
serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami
kepada kaum yang yakin.” (QS. Al-Baqarah: 118)
Dalam ayat tersebut diungkapkan bahwa perkataan mereka itu bukanlah
perkataan mereka itu bukanlah perkataan orang yang berpengetahuan, namun
perkataan orang-orang bodoh. Perkataan semacam itu bukan perkataan
baru, namun ia adalah logika yang terus dipakai oleh orang-orang kafir,
semenjak dahulu hingga masa kini. Hal itu adalah buah dari kegelapan
hati. Terakhir, ayat tersebut mengatakan bahwa jalan menuju Allah adalah
dengan memperhatikan tanda-tanda kekuasaanNya yang menunjukkan akan
keberadaanNya.
Kesombongan
Allah berfirman:
وَقَالَ
الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا لَوْلَا أُنزِلَ عَلَيْنَا
الْمَلَائِكَةُ أَوْ نَرَىٰ رَبَّنَا ۗ لَقَدِ اسْتَكْبَرُوا فِي
أَنفُسِهِمْ وَعَتَوْا عُتُوًّا كَبِيرًا يَوْمَ يَرَوْنَ الْمَلَائِكَةَ لَا بُشْرَىٰ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُجْرِمِينَ وَيَقُولُونَ حِجْرًا مَّحْجُورًا
“Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya)
dengan Kami: "Mengapakah tidak diturunkan kepada kita Malaikat atau
(mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?" Sesungguhnya mereka
memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah
melampaui batas(dalam melakukan) kezaliman. Pada hari mereka melihat
malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang
berdosa mereka berkata: "Hijraan mahjuuraa”. (QS. Al-Furqaan: 21-22)
Jika pada ayat yang pertama mereka ingin mendengar suara Tuhan, dalam
ayat ini mereka ingin melihatNya. Siapakah yang ingin melihat Tuhan
dengan mata kepalanya itu? Mereka adalah orang-orang yang berpesepsi
bahwa kehidupan dunia adalah segala hal, sedangkan selain itu adalah
tidak ada. Jika pada ayat yang pertama mereka dibantah dengan cara yang
tidak langsung, dalam ayat ini dijelaskan bahwa dalam dunia lain nanti,
selain dunia ini, dan dalam atmosfir alam lain selain alam ini,
orang-orang kafir akan melihat para malaikat. Adapun aturan alam yang
kita tempati ini tidak memberikan kemungkinan bagi indra manusia untuk
menembus dunia ghaib. Jika para malaikat saja tidak dapat dilihat dalam
alam ini, apalagi dzat Ilahiyah. Ayat itu juga menjelaskan bahwa
kesombongan mereka saja yang mendorong mereka memegang logika seperti
itu, bukan kondisi normal mereka yang benar-benar menginginkan kebenaran
dan menapaki jalan yang benar.
Kesesatan
Ayat yang lain membicarakan tentang salah satu raja dari dinasti Fir’aun Mesir:
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَّعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَوَقَالَ الَّذِي آمَنَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ الرَّشَادِ
“Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah
bangunan yang Tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu)
pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan Sesungguhnya
aku memandangnya seorang pendusta". Demikianlah dijadikan Fir'aun
memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan Dia dihalangi dari jalan
(yang benar); dan tipu daya Fir'aun itu tidak lain hanyalah membawa
kerugian.” (QS. Al-Mu’min: 36-37)
Seperti anda lihat, dalam ayat itu, keinginan Fir’aun itu dibantah
dengan kalimah dia dihalangi dari jalan (yang benar) karena apa yang
dinilai oleh Fir’aun sebagai jalan yang benar dalam mengenal Allah,
padahal ternyata adalah jalan yang salah.
Kedzaliman
Dalam ayat yang lain, diceritakan bahwa orang-orang Yahudi juga pernah meminta hal semacam ini.
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَن نُّؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, Kami tidak akan
beriman kepadamu sebelum Kami melihat Allah dengan terang, karena itu
kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya". (QS. Al-Baqarah: 55)
فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَىٰ أَكْبَرَ مِن ذَٰلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ
“Maka Sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih
besar dari itu. mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada Kami dengan
nyata". Maka mereka disambar petir karena kezalimannya”. (QS. An-Nisaa: 153)
Jika ayat yang pertama membantah orang-orang seperti itu secara
implisit, demikian juga halnya ayat ini, dengan menggunakan kalimat bi
dhulmihim karena kedzalimannya. Bukan keadilan yang mendorong mereka
untuk mengajukan permintaan seperti itu, melainkan semata-mata karena
kedzaliman mereka. Kedzaliman diri terhadap kebenaran. Diri mereka telah
mengetahuinya, namun dengan sengaja mengingkarinya. Demikian juga
perkataan orang-orang kafir pada masa kini, sama persis dengan perkataan
mereka pada masa lalu, dalam masalah itu. Juga pengingkaran mereka saat
ini dengan pengingkaran mereka pada masa lalu. Perkataan mereka pada
masa lalu dikisahkan oleh al-Qur’an.
قَالَ رَبِّي يَعْلَمُ الْقَوْلَ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُبَلْ قَالُوا أَضْغَاثُ أَحْلَامٍ بَلِ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ شَاعِرٌ فَلْيَأْتِنَا بِآيَةٍ كَمَا أُرْسِلَ الْأَوَّلُونَ
“Berkatalah Muhammad (kepada mereka): "Tuhanku mengetahui semua
Perkataan di langit dan di bumi dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui". Bahkan mereka berkata (pula): "(Al Quran itu adalah)
mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya, bahkan Dia sendiri
seorang penyair, Maka hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu
mukjizat, sebagai-mana Rasul-rasul yang telah lalu di-utus". (QS. Al-Anbiyaa: 4-5)
Mereka menuduh orang-orang yang mengimani Allah sebagai pengkhayal,
pendusta, dan orang-orang yang emosional. Demikian juga orang-orang pada
masa kini, yang menuduh orang-orang beriman sebagai orang-orang yang
tidak ilmiah, tidak jujur, berpikir kacau, dan tertipu. Meskipun banyak
orang yang menapaki jalan seperti itu, seorang muslim yang mempunyai
hati yang besar hendaknya tidak mengikuti jalan orang-orang yang
tersesat tersebut, seperti yang diperingatkan oleh Allah:
أَمْ
تُرِيدُونَ أَن تَسْأَلُوا رَسُولَكُمْ كَمَا سُئِلَ مُوسَىٰ مِن قَبْلُ ۗ
وَمَن يَتَبَدَّلِ الْكُفْرَ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ
السَّبِيلِ
“Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti
Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu? dan Barangsiapa yang
menukar iman dengan kekafiran, Maka sungguh orang itu telah sesat dari
jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 108)
Jalan Menuju Ma’rifatulah adalah dengan Memperhatikan Tanda-tanda KekuasaanNya
Dengan demikian, jalan orang-orang kafir seperti itu tidak akan
mengantarkan kita kepada tujuan, dalam masalah mengenal Dzat Ilahiyah.
Penentuan jalan dan mengetahuinya dengan pasti adalah pokok terpenting
agar kita mencapai tujuan. Adapun jalan menuju ma’rifatullah adalah
dengan memperhatikan tanda-tanda kekuasaanNya. Inilah satu-satunya jalan
untuk mencapai ma’rifatullah, adapun rasio, pikiran, beserta ilmu
pengetahuan adalah syarat-syarat pokok yang dibutuhkan oleh orang yang
ingin menempuh jalan ini.Tanpa rasio, kita tidak akan mengenal
tanda-tanda itu, tanpa pemikiran kita tidak akan mengenal siapa yang
memiliki tanda-tanda itu, tanpa ilmu pengetahuan tidak akan dapat
dihasilkan pengetahuan. Perkataan ini barangkali tampak aneh
bagiorang-orang ateis karena mereka biasanya selalu menamakan diri
mereka sendiri sebagai: sekularis, rasionalis, liberalis, dan pemikir.
Namun klaim tanpa disertai bukti tidak mempunyai nilai ilmiah sama
sekali. Karena itu, seluruh masalah yang kami tulis dalam buku ini akan
disertai dalilnya, insya Allah, yang mendukung kebenaran apa yang kami
katakan dan membantah apa yang mereka klaim.
“Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah
agama itu diterima maka bantahan mereka itu sia-sia saja, di sisi Tuhan
mereka” (QS. Asy-Syuraa: 16)
Hal itu akan kami jelaskan nantinya. Untuk saat ini, kami katakan
bahwa orang yang mencermati al-Qur’an dengan perenungan yang sedrhana
saja, ia akan mendapati bahwa al-Qur’an menarik perhatian pembacanya,
dengan amat jelas dan luas, untuk memperhatikan akal, pemikiran, ilmu
pengetahuan, dan hasil-hasil pengetahuan. Ia adalah syarat-syarat
mendasar untuk mencapai ma’rifatullah.
“Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah
selain Allah; perlihatkan kepada-Ku Apakah yang telah mereka ciptakan
dari bumi ini atau Adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam
(penciptaan) langit? bawalahkepada-Ku kitab yang sebelum (Al
Quran) ini atau peninggalan dari pengetahuan(orang-orang dahulu), jika
kamu adalah orang-orang yang benar". (QS. Al-Ahqaaf:4)
Dengan kata lain, apakah ada sekalipun satu atom dari ilmu
pengetahuan yang membuktikan bahwa bukan Allah yang menciptakan alam
semesta ini? Jika manusia mengingkari Rabb mereka, itu tidak menjadi
bukti akan adanya pengetahuan, namun menjadi bukti adanya kejahilan.
“Dan di antara
manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu
pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya”. (QS. Al-Hajj: 8)
Akan tetapi, ia bukanlah kejahilan mutlak yang kosong dari ilmu
pengetahuan, tetapi ia adalah kejahilan khusus yang disebutkan oleh
Allah dengan firmanNya:
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar-Ruum: 7)
“Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari
peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah
sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling
mengetahuisiapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Najm: 29-30)
Disebutnya ilmu pengetahuan, pemikiran, dan akal, secara masif dalam
al-Qur’an adalah suatu fenomena yang menarik untuk dicermati.
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ra’d: 4)
“Sesungguhnya pada yang demikian itu (terdapat) pelajaran bagi kaum yang mengetahui.” (QS. An-Naml: 52)
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. An-Nahl: 11)
“Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”. (QS. Ar-Ruum: 22)
“Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi”. (QS. Yunus:101)
Karena itu, orang yang mencermati al-Qur’an akan mengetahui bahwa
Islam mewajibkan kepada individu muslim untuk berpikir dan belajar dan
bahwa ilmu pengetahuan serta pemikiran adalah dua bagian dari
kepribadian individu muslim.Adapun kedua hal itu, bagi non muslim,
adalah syahwat yang menjadi perangkat hiburan mereka atau pintu rezeki
tempat mencari kekayaan, atau juga hobi bagi sebagian orang. Jika Islam
mewajibkan untuk menuntut ilmu pengetahuan, hal itu karena dengan ilmu
pengetahuanlah kebenaran Islam dapat diketahui.
“Dan orang-orang yang diberi ilmu (ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu Itulah yang benar”. (QS. Saba’: 6)
Pada halaman-halaman berikutnya, insya Allah, kami akan mempelajari
ayat-ayat Allah untuk mendapatkan penjelasan tentang fakta yang
mengatakan bahwa orang-orang yang kafir kepada Allah berarti mereka
telah menyesatkan hati merekasendiri, ketika mereka tidak dapat mencapai
ma’rifatullah. Sementara itu, kalangan yang beriman, mereka mendapatkan
hidayah ketika mereka mencapai ma’rifatullah.
“Dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan member petunjuk kepada hatinya”. (QS. At-Taghaabun: 11)
Orang kafir yang tidak beriman kepada Allah dengan rasionya, setelah
dia melihat tanda-tanda kekuasaanNya, adalah laksana keledai yang
membawa kitab-kitab besar, namun tidak mengetahui nilai kandungannya
juga pengarangnya, sehingga ia menisbahkan kitab-kitab itu kepada
pengarang yang tidak jelas dan tidak ada. Kita juga akan melihat –insya
Allah- bahwa tanda-tanda kekuasaan Allah semacam itu tidak sedikit, atau
kurang jelas, yang bisa membawa banyak orang kepada kekafiran, namun
tanda-tanda itu ternyata banyak sehingga tidak dapat dihitung. Juga amat
jelas sehingga tidak ada kesamaran. Akan tetapi, rahasianya terletak
pada manusia itu sendiri, yaitu rahasia dirinya mengapa mereka berpaling
dari tanda-tanda kekuasaan Allah, yang dipicu semata oleh kesombongan
untuk mengakui kebenaran, keengganannya untuk mengenal fakta kebenaran,
penyimpangannya dari fitrah manusia, dan ketertutupan hatinya serta
kebutaannya. Akibatnya, sekalipun kepadanya diperlihatkan kekuasaan
Ilahiah dalam bentuk mu’jizat, niscaya ia tetap saja ingkar.Al-Qur’an
menceritakan kepada kita tentang orang-orang seperti itu:
“Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu
dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya,
tentulah mereka berkata: "Sesungguhnya pandangan kamilah yang
dikaburkan, bahkan Kami adalah orang orang yang kena sihir". (QS. Al-Hijr: 14-15)
“Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda
(mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus
menerus". (QS. Al-Qamar: 2)
“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di
bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya.” (QS. Yusuf: 105)
Dalam kesempatan ini, kami ingin bertanya: lihatlah, apakah Allah
memerlukan kita agar kita beriman kepadaNya? Ataukah, kita yang perlu
untuk beriman kepadaNya demi kepentingan diri kita sendiri? Jawabnya
adalah, “Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Al-Ankabuut: 6)
Membebaskan Diri untuk Menuju Ma’rifatullah
Karena itu, marilah kita bebaskan diri kita dari beberapa hal berikut
ini agar kita dapat menjadi orang yang bisa melihat tanda-tanda
kekuasaan Allah.
1. Bebaskan Diri dari Kesombongan
Allah tidak akan memperlihatkan tanda-tanda kekuasaanNya kepada orang yang berhati sombong.
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di
muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka
jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan
jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau
menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus
memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan
ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.” (QS. Al-A’raaf: 146)
2. Bebaskan Diri dari Kedzaliman dan Dusta
“Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.” (QS. Ash-Shaff: 7)
“Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa
yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar: 3)
3. Bebaskan Diri dari Tindakan Merusak di Muka Bumi, Melanggar Perjanjian dan Memutuskan Hubungan yang Seharusnya Disambung
“Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali
orang-orang yang fasik, (yaitu) orangorang yang melanggar Perjanjian
Allah sesudah Perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang
diperintahkan Allah (kepada mereka) untukmenghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Baqarah: 26-27)
4. Bebaskan Diri dari Kelalaian
Jika kita ingin agar tanda-tanda kekuasaan Allah itu seluruhnya
tampak bagi kita, sebagian dari tanda-tanda itu ada yang langsung tampak
saat manusia merenungkannya, jika ada halangan baginya. Ada juga yang
memerlukan sekadar penggunaan rasio. Contoh hal itu adalah seluruh ayat
dalam al-Qur’an. Allah berfirman tentang ayat-ayat ini.
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS. Ar-Ra’d: 3)
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ra’d: 4)
Akan tetapi, tanda-tanda kekuasaan Allah tidak secara otomatis
terbuka bagi hati manusia, kecuali jika orang tersebut menyatukan
pemikirannya dengan dzikir.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi”. (QS. Ali Imran: 190-191)
Orang yang berpaling dari Allah adalah semata-mata didorong oleh
kelalaiannya. Kelalaiannya itu sendiri disebabkan oleh sifat
main-mainnya. Kehidupan dunia, seluruhnya, adalah permainan dan senda
gurau.
“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau.” (QS. Muhammad: 36)
“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka,
sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya), tidak
datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (di-turunkan)
dari Tuhan mereka,melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati merekadalam keadaan lalai.” (QS. Al-Anbiyaa’: 1-3)
5. Bebaskan Diri dari Perbuatan Dosa
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifiin: 14)
“Demikianlah, Kami mamasukkan (rasa ingkar dan memperolok-olokkan
itu) kedalam hati orang-orang yang berdosa (orang-orang kafir), mereka
tidak beriman kepadanya (Al Quran) dan Sesungguhnya telah berlalu
sunnatullah terhadap orang-orang dahulu”. (QS. Al-Hijr: 12-13)
6. Bebaskan Diri dari Keraguan dalam Menerima Kebenaran, Saat Melihatnya dengan Amat Jelas
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka
seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada
permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya
yang sangat.” (QS. Al-An’aam:110)
Ketika kita telah berhasil membebaskan diri kita dari semua hal itu,
tanda-tanda kekuasaan Allah akan tampak bersinar memancar sehingga
menyinari seluruh sisi hati, setelah hati tersebut disiapkan untuk
menerima cahaya. Akan tetapi, jika hatiyang dimiliki adalah hati setan,
tentunya akan sangat jauh sekali untuk dapat meraih hidayah dari Allah
itu. Ini karena awan yang pekat menghalanginya dari sinaran mentari
hidayah. Penyakit dimatanya menghalanginya untuk melihat. Ketuliannya
membuat ia tidak dapat mendengar. Kesalahannya bukan pada air tawar,
saat orang sakit meminumnya dan merasakannya asin, tetapi pada dirinya
yang sakit, yang membuat ia merasakan seperti itu.
“Hai rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang
yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, Yaitu diantara orang-orang
yang mengatakan dengan mulut mereka:"Kami telah beriman", Padahal hati
mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi.
(orang-orang Yahudi itu) Amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan
Amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah
datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari
tempat-tempatnya. mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah di
robah-robah oleh mereka) kepada kamu, Maka terimalah, dan jika kamu
diberi yang bukan ini Maka hati-hatilah". Barangsiapayang Allah
menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan mampu
menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah
orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka
beroleh kehinaan di duniadan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar.” (QS. Al-Maa’idah: 41)
Dengan demikian, rahasianya selalu terletak pada diri manusia itu sendiri.
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka”. (QS. Ash-Shaff: 5)
Tanda-tanda Kekuasaan Allah
Adapun tanda-tanda kekuasaan Allah itu amat jelas dan terang benderang.
“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas
jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang
yang berdosa.” (QS. Al-An’aam: 55)
Tanda-tanda kekuasaan Allah dapat kita lihat dalam tiga tempat, yaitu:
1. Alam semesta
2. al-Qur’an, dan
3. Mu’jizat serta Karamah
Al-Qur’an telah menjelaskanm bahwa ketiga hal itu adalah tanda-tanda yang akan menunjukkan seseorang kepada Allah.
1. Alam Semesta
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang yakin dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu
tidak memperhatikan?” “Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan
Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka
berpaling dari padanya.” (QS. Yusuf: 105)
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah
malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, Maka dengan serta merta
mereka berada dalam kegelapan dan matahari berjalan ditempat
peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha
mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah,
sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia
sebagai bentuk tandan yang tua.” (QS. Yaasiiin: 37-39)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit
dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang mengetahui. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu
di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari
karuniaNya.” (QS. Ar-Ruum: 22-23)
2. Al-Qur’an
“Dan orang-orang kafir Mekah berkata: "Mengapa tidak diturunkan
kepadanya mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya
mukjizat- mukjizatitu terserah kepada Allah. dan Sesungguhnya
aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata". Dan apakah tidak cukup
bagi mereka bahwasanya Kami telahmenurunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) sedang Dia dibacakan kepada mereka?”. (QS. Al-Ankabuut: 50-51)
“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orangorang yang diberi ilmu”. (QS. Al-Ankabuut: 49)
“Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, Padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu”. (QS. Ali Imran: 101)
3. Mu’jizat
“Dan RasulNya pun berada ditengah-tengah kamu”. (QS. Ali Imran: 101)
“Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan dan jika
mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka
berpaling danberkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus".” (QS. Al-Qamar: 1-2)
“Hai kaumku, Inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu”. (QS. Huud: 64)
“Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada
mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu
tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, Yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah
berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, Maka ia menjadi seekor burung
dengan seizing Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari
lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang
mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu Makan
dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu
adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu
sungguh-sungguh beriman.” (QS. Ali Imran: 49)
Nash-nash al-Qur’an menunjukkan bahwa di dalam semesta ini banyak
tanda kekuasaan Allah, bukan hanya satu. Dalam al-Qur’an juga banyak
terdapat ayat,bukan hanya satu. Demikian juga dengan mu’jizat, sebagai
ayat atau tanda kekuasaan Allah. Semua fenomena di alam semesta ini
menunjukkan keberadaan Allah. Puluhan dalam al-Qur’an, masing-masingnya
dapat menjadi petunjuk akan keberadaan Allah. Mu’jizat adalah fenomena
historis, yang masing-masing fenomena tersebut mencukupi sebagai
petunjuk akan keberadaan Allah. Dalam setiap fenomena terdapat ribuan
petunjuk, yang masing-masingnya menunjukkan akan wujud Allah. Allah
memberikan hujjah bagi manusia secara sempurna.
“(mereka Kami utus) selaku Rasul-rasul pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah
Allah sesudahdiutusnya Rasul-rasul itu.” (QS. An-Nisaa’: 165) “Penjaga
Jahannam berkata: "Dan Apakah belum datang kepada kamu rasulrasulmu
dengan membawa keterangan-keterangan?" mereka menjawab: "Benar,sudah datang". penjaga-penjaga Jahannam berkata: "Berdoalah kamu". dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka.” (QS. Al-Mu’min: 50)
Dalam buku ini, kami akan paparkan tanda-tanda kekuasaan Allah di
alam semesta dan memberikan hujjah atas semua orang kafir dan pengingkar
bahwa Allahmaujud, bagiNya seluruh sifat kamal (kesempurnaan), jalal (keagungan) dan jamal
(keindahan). Dalam buku kedua yang berjudul Mengenal Rasul, akan kami
paparkan beberapa tanda kekuasaaan Allah di dalam al-Qur’an dan beberapa
tanda kekuasaanNya dalam mu’jizat Rasulullah. Demikian juga, al-Qur’an
adalah tanda yang menunjukkan wujud Allah. Dalam mu’jizat, secara
mutlak, juga terdapat tanda yang menunjukkan akan wujud Allah. Dalam
al-Qur’an itu sendiri terdapat persaksian bahwa Muhammad adalah Rasul
Allah, demikian juga dalam mu’jizat-mu’jizat beliau. Karena itu, dua
topik ini kami tunda penjelasannya dalam buku ini, untuk kemudian kami
tulis pada buku yang kedua itu, yaitu saat memberikan penjelasan dalil
tentang kebenaran kenabian Rasulullah, insya Allah. Sampai saat ini,
karamah-karamah masih terus berlangsung bagi ummat ini. Semua karamah
dalam ummat ini adalah mu’jizat bagi Rasulullah, karenanya setiap
karamah pada dasarnya adalah bukti akan kebenaran risalah Rasul kita dan
bukti bahwa Allah maujud. Ini karena karamah adalah seperti mu’jizat,
yang berarti suatu kondisi supranatural di alam kausalitas.
Orang yang merenungkan apa yang kami akan jelaskan dalam seri ini,
berupa beberapa fenomena –yang amat banyak dan melimpah- ia hanya dapat
mengakuinya dan tunduk masuk Islam, yaitu tunduk kepada Allah dan
RasulNYa. Setelah jelas bagi kita jalan yang mengantarkan kita kepada
ma’rifatullah dan beriman kepadaNya, dan setelah jelas kesalahan
persepsi yang menyimpang tentang jalan itu, dan setelah kita mengetahui
bagaimana metode berdalil dalam seri ini dan jenis dalil yang akan
dipaparkan oleh bahasan ini. Marilah kami tunjukkan bahasan yang
berkaitan dengan topik ini, yaitu pemahaman tentang fenomena-fenomena
alam yang menunjukkan kepada kita akan keberadaan sang Pencipta yang
Agung.
Sumber informasi Artikel KLIK DI SINI.
Sumber informasi Artikel KLIK DI SINI.
0 Komentar untuk "Ma'rifatullah (Mengenal Allah)"