Kiat
Menulis Cerpen
February 8, 2010 By Lia Salsabila 5 Comments
Tentang Cerpen
Apa itu cerpen ?
Cerita pendek adalah
fiksi pendek yang selesai dibaca dalam waktu singkat.Cerita artinya karya
tulis tersebut disajikan dalam bentuk cerita, punya alur, ada penokohan ada
kisah. Pendek artinya cerita itu di batasi, baik dari banyaknya halaman,
keterbatasan penceritaan dsb, intinya singkat, tidak panjang, padat
dan terbatas.
Cerita pendek hanya
mempunyai satu arti, satu krisis, dan efek bagi pembacanya. Pengarang
cerpen hanya ingin mengemukakan satu masalah secara tajam.
Kriteria
Cerpen yang Baik
Tak mudah
menjawab definisi sebuah cerpen yang baik. Karena cerpen yang
baik berbeda-beda kualitasnya. Cerpen-cerpen Hemingway yang baik, berbeda
mutunya dengan cerpen-cerpen O Henry yang baik.
Walaupun demikian,
secara garis besar dapatlah kita mengatakan bahwa cerpen yang baik adalah
cerpen yang utuh, integral, merupakan satu bentuk kesatuan yang
manunggal. Tak ada bagian-bagiannya yang tak perlu, sebagaimana juga tak
ada bagian yang diumbar lebih dari keperluan. Seluruh isinya pas, tajam,
dan mengandung arti. Sedangkan ketajamannya bisa terdapat pada berbagai
unsurnya, seperti pada plot, suasana cerita, setting tempat atau waklu
terjadinya cerita.
Selain itu seorang
cerpenis yang baik juga mampu memberi sesuatu bagi pembacanya : pengetahuan, pengalaman,
kegembiraan, pandangan, dll dalam cerpen-cerpennya.
Lima Hukum Cerpen
Edgar Allan Poe,
sastrawan Amerika yang dianggap sebagai bapak cerpen modern mewariskan lima
Hukum Menulis Cerpen yang sampai sekarang masih relevan:
1. Peraturan
Pertama
Cerpen itu harus
pendek.
Tidak menguras waktu
pembacanya, bisa selesai dibaca dalam waktu singkat tapi tetap memberikan kesan
yang mendalam. Cerpen bagaikan kain ketat, tak banyak memberi kelonggaran.
Pengarang cerpen ulung selalu menghindari uraian berkepanjangan tentang tokoh
cerita atau pemandangan alam.
2. Peraturan
Kedua
Cerpen membuat efek
yang tunggal dan unik. Sebuah cerpen yang baik hanya punya satu pikiran utama
dan action yang bisa dikembangkan melalui sebuah garis
dari awal hingga akhir. Berbeda dengan novel yang memungkinkan memiliki
garis-garis sampingan atau cerita-cerita penyeling, cerpen tidak punya hak
untuk ngelantur ke berbagai soalan lain.
3. Peraturan
Ketiga
Cerpen harus ketat dan
padat. Seorang cerpenis harus berusaha memadatkan setiap detil pada ruang
tulisannya sepadat mungkin. Tiada ruang untuk memaparkan serbaneka kejadian
atau serba detil karakter seperti pada novel. Maksudnya tidak lain agar pembaca
mendapat kesan tunggal dari keseluruhan cerita. Inilah sebabnya dalam cerpen
amat dituntut ekonomi bahasa. Segalanya harus diseleksi secara ketat,
agar misi yang hendak disampaikan dapat dikemukakan secara tajam, dan
menghunjam ke dalam hati pembacanya.
Sebuah cerita pendek
mengenal disiplin waktu, irama, mengenal warna, dibatasi oleh patokan sehingga
memerlukan kelicikan, tetapi juga sekaligus ketegelan dan kebijaksanaan dari
penciptanya.
4. Peraturan
Keempat
Cerpen harus tampak
sungguhan. Cerpen memang karya fiksi tapi harus diupayakan agar terkesan nyata.
Sebab “tampak seperti sesungguhnya” adalah prinsip seni penceritaan sebuah
cerita termasuk pula cerpen. Semua fiksi tak boleh kentara nilai fiksi atau
imajinasinya meskipun semua orang tahu bahwa itu hanya fiksi belaka. Oleh
karena itu, seorang cerpenis jangan membuat plot atau alur cerita yang
mustahil. Jangan pula melebih-lebihkan karakter tokoh ceritanya seperti pada
kartun atau karikatur.
5. Peraturan
Kelima
Cerpen harus memberi
kesan yang tuntas. Selesai membaca cerpen, pembaca harus merasa bahwa cerpen
itu benar-benar selesai. Tidak boleh tidak cerita itu harus rampung pada suatu
titik. Jika tidak, pembaca akan bertanya-tanya atau bahkan merasa kecewa.
Itu prinsip menulis
cerpen rumusan Edgar Allan Poe. Namun pada kenyataannya banyak juga cerpenis
terkenal yang melanggarnya.
Ernest
Hemmingway-peraih Nobel sastra atas novel The Old Man and The Sea gemar membuat
cerpen yang panjang-panjang dan memaparkan secara detil sekali karakter atau
pemandangan alam pada cerpen-cerpennya. Bahkan Edgar Allan Poe sendiri yang
sering membuat ujung cerita yang tidak rampung, melambai-lambai ditiup angin
alias misterius. Barangkali karena judulnya “misteri” maka pembaca justru
senang berteka-teki dengan ujung cerpen yang tidak jelas atau tidak rampung
tersebut.
Sehingga boleh – boleh
saja kita menambah kurangkan prinsip prinsip tersebut sepanjang masih bisa
dipertanggungjawabkan hasilnya.
*****
ini aku dapatkan dari
milis
semoga bermanfaat,,,:)
( sumber tidak di ketahuai )
0 Komentar untuk "KIAT MENULIS CERPEN"