Buat sobat My Library kali ini kami mencoba berbagi info dan pengetahuan tentang teori sastra "Pendekatan Reader Response" adapun sumber artikel kami ambil dari www.rezasukmanugraha.com. langsung saja sob baca teorinya jangan lupa untuk mengunjungi halaman web resminya.
Pendekatan
reader-oriented berkembang pada 1960-an sebagai reaksi atas dominasi
pendekatan text-oriented, seperti new critism. Pendekatan reader-oriented
ini dinamakan dengan teori resepsi, reader response, atau aesthetic
response. Dalam penggunaan, ketiga istilah tersebut hampir bersinonim
(Klarer, 2004: 92).
Akan
tetapi, Adi (2011: 174-184) membedakan istilah pendekatan reader response
dengan pendekatan resepsi. Pendekatan reader response menitikberatkan
pada pembentukan estetika dalam sebuah teks, sedangkan pendekatan resepsi lebih
berfokus pada dampak yang timbul, senang tidaknya pembaca, dan latar belakang
penilaian pembaca. Dengan kata lain, resepsi merupakan reader judgment.
Namun
demikian, hakikatnya pendekatan reader response dan resepsi sama-sama
mengacu pada keterlibatan pembaca dalam membangun sebuah makna pada suatu teks.
Pendekatan reader response memiliki cakupan yang lebih luas dari resepsi
karena tidak hanya membicarakan penerimaan pembaca, melainkan juga melibatkan
interpretasi pembaca.
Pendekatan
ini dapat “disandingkan” dengan beberapa pendekatan lainnya, seperti
psikoanalisis, kritik feminis, kritik struturalis, dan lain sebagainya.
Misalnya, apabila dalam kajian psikoanalisis, dilakukan penelitian mengenai
motif psikologis pada beberapa jenis interpretasi teks sastra, maka itu
merupakan salah satu bentuk kritik reader response (Tyson, 2006: 169).
Tokoh
dan Teori Pokok Pendekatan Reader Response
1. Hans
Robert Jauss
Tanggapan
seorang pembaca tentu akan berbeda satu sama lain. Perbedaan tanggapan itulah
yang disebut oleh Hans-Robert Jauss sebagai horizon of expectation
(horizon harapan) dari pembaca tersebut. Pradopo (2007: 208) menyatakan bahwa
horizon harapan adalah harapan-harapan pembaca sebelum membaca sebuah karya
sastra. Horizon harapan seseorang ditentukan oleh tingkat pendidikan,
pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan dalam menanggapi sebuah karya sastra.
Horizon
harapan (horizon of expectation) ditentukan oleh:
a. Norma-norma
umum yang keluar dalam teks;
b. Pengetahuan
dan pengalaman pada teks yang sudah dibaca sebelumnya; dan
c. Kontradiksi
antara fiksi dengan kenyataan.
2. Wolfgang
Iser
Wolfgang Iser memperkenalkan konsep efek (wirkung), yakni cara sebuah karya mengarahkan reaksi pembaca
terhadapnya. Dalam suatu karya sastra, terdapat kesenjangan
antara teks dan pembaca. Di sanalah, terjadi kekosongan atau tempat terbuka (open plak) yang kemudian diisi oleh
pembaca. Respon
pembaca yang mengisi tempat terbuka tersebut bersifat berbeda-beda satu sama
lain.
Menurut Iser, sebagaimana dikutip Adi (2011:
178), karya sastra memiliki dua kutub, yaitu kutub artistik dan estetik. Kutub
artistik merupakan teks penulis, sedangkan kutub estetik adalah realisasi yang
dicapai oleh pembaca.
3. Norman
Holland
Pemikiran Norman Holland berawal dari kajiannya
terhadap karya sastra dengan pendekatan psikoanalisis. Di dalamnya, Holland
juga berbicara mengenai proses pembacaan. Sebagaimana dikutip Adi (2011: 177), Holland
berargumentasi bahwa setiap pembaca memasukkan fantasinya dalam teks dan
memodifikasinya dengan mekanisme pertahanan (defense mechanism).
Holland meyakini bahwa motif pembaca sangat
memengaruhi cara mereka membaca. Metode Holland disebut juga metode analisis
transaktif karena ia percaya bahwa proses membaca mencakup transaksi antara
pembaca dan teks asli (Tyson, 2006: 182).
Holland juga berpendapat bahwa di dalam pikiran
setiap individu terdapat identity theme, yaitu pembaca memiliki gaya
tertentu dalam kehidupan dan pembacaannya. Tanda-tanda, komunitas pembaca, dan
gaya membaca yang bervariasi itulah yang membangun sebuah reader response
(Tyson, 2006: 183).
Pembaca
dalam Pendekatan Reader Response
Dalam
pendekatan reader response, dikenal beberapa istilah pembaca.
Pembaca yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pembaca
biasa, yaitu pembaca dalam arti sesungguhnya. Pembaca biasa adalah orang yang
membaca suatu karya sastra sebagai karya biasa, bukan dengan tujuan penelitian.
2. Pembaca
ideal, yaitu pembaca yang membaca karya sastra sebagai bahan penelitian.
3. Pembaca
implisit, yaitu peranan bacaan yang terletak di dalam teks itu sendiri, yakni
keseluruhan petunjuk tekstual bagi pembaca sebenarnya.
4. Pembaca
eksplisit, yaitu dapat pembaca yang dapat disebut juga pembaca fiktif,
imajiner, atau imanen.
5. Pembaca
terinformasi (informed readers), yaitu pembaca yang memiliki kemampuan
literasi yang cukup.
Jenis
Penelitian
Penelitian reader response dibagi
menjadi dua, yaitu penelitian sinkronis dan diakronis. Penelitian sinkronis
hanya melibatkan pembaca dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan, penelitian
diakronis melibatkan pembaca sepanjang zaman.
Misalnya, penelitian sinkronis dilakukan untuk
mengetahui tanggapan pembaca terhadap novel-novel anak seri Kecil-Kecil
Punya Karya dan pengaruhnya terhadap gaya hidup anak-anak. Sedangkan
penelitian diakronis dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur hedonisme dalam
novel-novel anak seri Kecil-Kecil Punya Karya sejak kemunculannya (2003)
hingga kini (2012).
Kekuatan
dan Kelemahan
1. Penelitian
Sinkronis
Kekuatan penelitian sinkronis adalah sebagai
berikut:
a. Reponden dapat ditentukan
tanpa harus mencari artikel kritik sastranya terlebih dahulu;
b. Penelitian resepsi
sinkronis dapat dilakukan secara langsung tanpa menunggu kemunculan kritik atau
ulasan mengenai karya sastra; dan
c. Dapat dilakukan pada karya
sastra populer.
Sedangkan, kelemahannya adalah sebagai berikut:
a. Karena
tergolong penelitian eksperimental dapat mengalami beberapa kendala
saat pelaksaannya di lapangan, khususnya dalam pemilihan
responden, pemilihan teks sastra, dan penentuan teori; dan
b. Hanya dapat digunakan untuk mengetahui tanggapan pembaca
pada satu kurun waktu sehingga apabila diterapkan untuk karya sastra yang
terbit beberapa tahun yang lalu, akan sulit membedakan antara tanggapan yang
dulu dan masa sekarang.
2. Penelitian
Diakronis
Kekuatan penelitian diakronis adalah sebagai
berikut:
a. Peneliti dapat melakukan penelitian atas hasil-hasil
intertekstual, penyalinan, penyaduran, maupun penerjemahan, yang berupa karya
sastra turunan;
b. Peneliti juga dapat
menerapkan teori lain, seperti teori intertekstualitas, teori sastra bandingan,
teori filologi, dan beberapa teori lain yang mendukung; dan
c. Peneliti dengan mudah mencari data, yaitu tanggapan pembaca ideal terhadap
suatu karya sastra.
Sedangkan kelemahan penelitian diakronis adalah
sebagai berikut:
a. Umumnya peneliti pemula akan mengalami kesulitan dalam
menentukan karya sastra yang dijadikan objek penelitian. Karena umumnya karya
sastra yang dikenal banyak orang telah diteliti resepsinya oleh
peneliti-peneliti terdahulu; dan
b. Selain itu, dalam penelitian terhadap karya sastra
turunan, khususnya hasil intertekstual, peneliti akan kesulitan dalam menemukan
teks asal dari karya sastra turunan tersebut.
Metode
Penelitian
Langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam penelitian sinkronis adalah sebagai berikut:
1. Penentuan
sumber data penelitian, berupa teks yang akan diteliti dan pembaca yang akan
diminta tanggapannya;
2. Pengumpulan
data dapat dilakukan dengan teknik wawancara, maka peneliti harus menentukan
terlebih dahulu responden penelitian, jumlah populasi dan sampel yang akan
digunakan; dan
3. Pengolahan
data (hasil wawancara) dengan cara mengurai dan menganalisisnya sesuai dengan rumusan masalah.
Langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam penelitian diakronis adalah sebagai berikut:
1. Penentuan
sumber data penelitian, berupa teks yang akan diteliti dalam rentang waktu
tertentu;
2. Pengumpulan
data dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan dan referensi yang
mendukung penelitian, baik di perpustakaan atau media massa; dan
3. Pengolahan
data dengan cara mengurai dan menganalisisnya sesuai dengan rumusan masalah.
Aplikasi
Salah satu contoh aplikasi penelitian sinkronis
dalam pendekatan reader response adalah penelitian berjudul Resepsi
Mahasiswa Sastra Arab terhadap novel Fatat Qarut karya Abdullah Ahmad
Assegaf. Penelitian ini dilakukan pada 2008 dengan melibatkan responden
mahasiswa Sastra Arab Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung.
Di dalam penelitian ini akan dibahas tanggapan
pembaca terhadap isi cerita novel Fatat Qarut secara keseluruhan dan
karakter-karakter tokoh dalam novel tersebut. Sampel yang digunakan sebanyak 15
orang mahasiswa Sastra Arab UIN Bandung angkatan 2006. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik wawancara.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Tanggapan
terhadap isi cerita novel Fatat Qarut
a. Novel
ini menceritakan kisah cinta antara orang Arab dan Sunda yang berlatar di
Indonesia. Umumnya, pembaca tertarik membaca karena pengarang merupakan orang
Arab, namun lihai mendeskripsikan alam Garut pada masa 1920-an secara detail.
Dengan demikian, pembaca—khususnya yang berasal dari Garut—merasa bangga
sekaligus mendapat pengetahuan tentang kondisi daerah mereka saat masa
penjajahan di Indonesia.
b. Pembaca
umumnya mendapat pengetahuan baru tentang relasi antara kaum pribumi (Sunda)
dengan kaum penjajah (Belanda) dan kaum pendatang (Arab) di Indonesia pada masa
1920-an.
c. Sebagian
pembaca menilai bahwa isi cerita novel ini tidak menarik karena bertema
percintaan yang klasik, tidak berbeda jauh dengan roman sejenis di Indonesia
pada waktu itu, misalnya Siti Nurbaya (1922).
2. Tanggapan
terhadap isi karakter tokoh-tokoh dalam novel Fatat Qarut
a. Pembaca
umumnya menyukai tokoh Adullah (etnis Arab) karena digambarkan sebagai sosok
yang kuat dan pekerja keras. Pembaca mendapatkan kesan positif tersebut karena
berasumsi bahwa kaum pendatang di masa itu (1920-an) tidak terlibat langsung
dalam menjajah Indonesia dan memberikan pengaruh positif, seperti mengajarkan
agama dan cara berdagang.
b. Pembaca
umumnya mengagumi tokoh Eneng (etnis Sunda) karena digambarkan sebagai sosok
perempuan Sunda yang kuat dan tegar. Pembaca menilai bahwa stereotipe perempuan
Sunda yang lemah dan tidak berdaya tidak tercermin dalam novel tersebut.
Pembaca perempuan umumnya mengapresiasi kehadiran tokoh Eneng yang mewakili
kekuatan perempuan Sunda di masa penjajahan.
c. Pembaca
umumnya tidak menyukai tokoh Van Ridjick (etnis Belanda) karena dianggap
karakter paling jahat dan tamak. Kecenderungan penilaian negatif ini juga
didasari akan penilaian pembaca terhadap kaum penjajah. Sebagian besar
menyatakan bahwa kaum penjajah tetaplah penjajah yang jahat dan penjahat yang
telah merampas kemerdekaan individu, meskipun tidak sedikit hal-hal bermanfaat
yang mereka lakukan, seperti dalam hal pendidikan dan pembangunan.
Referensi
Adi, Ida
Rochani. 2011. Fiksi Populer Teori dan Metode Kajian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Klarer,
Mario. 2004. An Introduction to Literary Studies. London: Routledge.
Pradopo, Rachmat Djoko.
2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tyson,
Lois. 2006. Critical Theory Today A User-Friendly Guide. New York:
Routledge.
Sumber artikel:
http://www.rezasukmanugraha.com/2012/08/pendekatan-reader-response.html
0 Komentar untuk "Pendekatan Reader Response"