My Library

selamat datang di perpustakaan ilmu dan info.

pasang
pasang
pasang

TARIKH ADAB = SASTRA ABBASIYAH 1 DAN 2 SERTA KARAKTERISTIKNYA

SASTRA ABBASIYAH 1 DAN 2 SERTA KARAKTERISTIKNYA
Oleh : Khotimatus Sa’adah (10.11.00208)
Abstrak
Pada masa Abbasiyah geliat intelektual dan perkembangan peradaban Islam mencapai puncaknya termasuk kajian tentang sastra pada masa ini juga mengalami perkembangan. Bahasa pada masa ini mengalami kemundurn karena asimilasi bangsa Arab dengan ajam yang berpengaruh terhadap kualitas kebahasaan serta sering terjadi kesalahan bahasa. Perluasan wilayah kajian sastra yang tidak hanya pada wilayah syair tetapi juga prosa sehingga memunculkan karya-karya novel, buku-buku sastra, riwayat dan hikayat, serta munculnya genre baru النثرالتجديدي.
Kata Kunci : Sastra Abbasiyah, Puisi Abbasiyah 1 dan 2
 I.            PENDAHULUAN
Al-Iskandary menyatakan bahwa kesusastraan bahasa setiap umat adalah segala prosa dan puisi yang dihasilkan oleh pikiran putra bangsa yang menggambarkan watak dan kebiasaan, daya khayal serta batas kemampuan mereka dalam menggunakan bahasa yang bertujuan mendidik jiwa, memperbaiki fikiran dan meluruskan lesan.[1] Sebagaiamana ilmu yang lain, sastra juga mengalami perkembangan dari masa ke masa. Sastra telah dikenal sejak masa Islam belum datang, yakni masa jahiliyah. Sehingga sastra memiliki karakteristik tertentu sesuai tempat dan masanya.[2]
Berkaitan dengan sastra Abbasiyah, masa ini merupakan awal kemunduran bagi umat Islam, setelah lebih dari lima abad (132-656 H / 750-1258 M) mampu membentuk dan mengembangkan kebudayaan Islam hingga mampu membawa peradaban yang tinggi dan mengalami kejayaan di bawah pemerintahan daulat Abbasiyah.[3] Masa Bani Abbasiyah ini sering disebut-sebut sebagai Masa Keemasan Islam atau sering disebut dengan istilah “The Golden Age.’’[4] Terdapat beberapa factor yang menyebabkan terjadi perkembangan dunia sastra pada masa dinasti abbasiyah, meskipun bahasa pada masa ini mengalami kemunduran karena secara social terjadi kemajemukan dalam struktur masyarakat, sehingga gharizah (watak) kebahasaan bangsa arab mengalami kemunduran, namun secara global sastra pada masa ini juga mengalami kemajuan sebagaimana keilmuan lainnya, terdapat beberapa factor yang mempengaruhi perkembangan tersebut, yaitu; politik, social kemsyarakatan, dan intelektualitas dan pengetahuan.[5]
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode: 1) periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama, 2) periode kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh turki pertama, 3) periode ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua, 4) Perode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua, 5) Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.[6]
Dan kali ini, penulis akan memaparkan perkembangan sastra Arab di masa Abbasiyah periode satu dan periode dua dengan rumusan masalah sebagaimna berikut: Bagaimana perkembangan prosa masa Abbasiyah 1 dan 2 ?, Bagaimana bentuk-bentuk prosa pada masa Abbasiyah?, Bagaimana tadwin dan tasrif  (pengumpulan/pencatatan dan karangan) pada masa Abbasiyah?, Bagaimana perkembangan keilmuan bahasa dan cabang-cabangya?, Bagaimana khat al-‘Arabi dan kekhthathnya pada masa Abbasiyah 1 dan 2?, Siapa saja tokoh-tokoh sastra Abbasiyah dan Karya-karyanya?, dan Bagaimana karakteristik sastra Abbasiyah 1 dan 2?.
II.            PEMBAHASAN
A.           Perkembangan Prosa Masa Abbasiyah 1 dan 2
Sebagaimana syi’ir, prosa pun mengalami perkembangan yang sangat pesat di masa ini. Dalam genre prosa, muncul prosa pembaruan (النثر التجديدي) yang ditokohi oleh Abdullah ibn Muqaffa dan juga prosa lirik yang ditokohi oleh antara lain Al-Jahizh. Salah satu prosa terkenal dari masa ini ialah Kisah Seribu Satu Malam (ألف ليلة و ليلة). Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan prosa antara lain: 1) Berkembangnya kebudayaan karena pembelajaran-pembelajaran Islam dan memperoleh manfaat dari ilmu-ilmu umat lain, seperti Paris, Hindi dan Yunani dengan jalan tarjamah, 2) Masa Abbasiyyah adalah masa yang panjang, sehingga ini membantu dalam ketetapan terhadap pikiran, bacaan dan pembahasan, 3) Keberanian para khalifah dan kedekatan mereka dengan orang terkemuka dalam penulisan prosa.
         Teradapat tiga pembagian  prosa masa Abbasiyah, yaitu :
1.          Korespondensi Kekhalifahan
Korespondensi kekhalifahan dipercayakan kepada dewan atau sekretaris istana.
2.          Esai Sastra
Esay sastra disusun penulisnya untuk melukiskan perbincangan, melaporkan pidato, menuturkan kisah atau menguraikan tema keIslaman, moral atau kemanusiaan.
3.          Maqamat
Badi al-Zaman al-Hamadzani dikenal sebagai pencipta maqamah, sejenis anekdot dramatis yang substansinya berusaha dikesampingkan oleh penulis untuk mengedepankan kemampuan puitis, pemahaman dan kefasihan bahasanya. Sebagai contoh, kisah-kisah bebahasa Spanyol dan Italia yang bernuansa realis atau kepahlawanan memperlihatkan kedekatan yang jelas dengan mahqamah Arab.[7]
Kemajuan prosa menghiasi era kebangkitan yang tidak ada pada zaman sebelumnya, pada masa ini metode yang digunakan dalam pembuatan prosa tidak lepas dengan metode masa sebelumnya. Namun pada zaman ini terdapat kerancauan dalam beberapa lafalnya, meskipun sedemikian rupa, tetapi prosa pada masa ini mempunyai kedalaman makna,  mempunyai berbagai tujuan. dan pada masa ini terdapat pemikir-pemikir yang cerdik. Dari semua itu merupakan bentuk peradaban penduduk Abbasiyah, beberapa gambaran kehidupannya dan penampilan hidup, yang mampu memberikan warna budaya mereka dan beberapa pengetahuan lain. [8]
Menurut Syauqi dhaif, bahwa prosa abbasy ini telah berkembang luas. Hal ini menjadikan prosa pada zaman ini terpengaruh pada kebudayaan negara-negara yang bentuk kebudayaanya berbeda, misalnya sampai ke Negara yunani, persia, Hindia. Selain itu,  bahasanyapun mempengaruhi bahasa prosa[9]
Menurut penulis, kekhalifahan pada masa Abbasiyah ini juga dapat mempengaruhi perkembangan prosa yang begitu pesat, adapun karakter dan ciri khas kekhalifahan pada masa ini, diantaranya adalah sebagai berikut: a) Pemerintah orang Abbasiyah dinyatakan sebagai Daulah (era baru). b) Dengan berdirinya dinasti Abbasiah, maka berangsur-angsur pengaruh kekuasaan Arab menurun dan dikuasai/dipengaruhi mawali, serat diskrminasi Arab atas mawali yang hilang. Dengan demikian Islam muncul dalam citra Internasional. c) Pemerintahan Abbasiyah adalah pemerintahan non-Arab, pada periode Abbasiyah ini di samping orang Quraisy, orang khurasan dan dari daerah-daerah lain elit tentara sangat menonjol dalam  kebijkan pemerintah. d) Corak pemerintahan yang mengalami perubahan drastic sejak Khalifah Mansur yang menyandang gelar Khalifah Allah, dari pada “wakil khalifah” dan mereka tidak tergantung sumpah setia dan pengakuan dari rakyat sebagai legitimasi kekuasaan. e) Islam tersebar dengan ekspansi sejak sebelum umayah dengan pesat dan cepat, sedang pada masa Abbasiah satu sisi orang Islam (Arab) kehilangan atau menurun dalam hal kehebatan kemiliteran. Di sisi lain, keutuhan kekhalifahan dan persatuan Islam terancam dan terkoyak, yakni lepasnya Andalusiaa (756 M) dari kekuasaan Abbasiah dengan berdirinya (929 M) kekhalifahan Umayah II di Andalusia dan kekhalifahan Fatimiah (909) di Afrika.[10]
Diatas merupakan gambaran perkembangan prosa pada masa Abbasiyah secara keseluruhan. Adapun perkembangan prosa pada masa Abbasiyah 1 dan 2 tidak jauh berbeda terhadap perkembangan masa Abbasiyah secara kelseluruhan. karena menurut penulis, langkah awal sangat menggambarkan keadaan selanjutnya. Jadi, meskipun periode abbasiyah memiliki waktu yang panjang tetapi masih tetap memberikan kemajuan pada bidang sastra, hal ini pasti di awali pula dengan awal yang baik sehingga dapat membawa kemajuan pada generasi penerusnya.
B.           Bentuk-bentuk Prosa Masa Abbasiyah
Secara garis besar sastra Arab dibagi atas dua bagian yaitu prosa dan syair. Prosa terdiri atas atas beberapa bagian, yaitu: a)  Kisah (Qisshah), Kisah adalah cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat realistis maupun fiktif, yang disusun menurut urutan penyajian yang logis dan menarik. Kisah meliputi Hikayat, Qissah Qasirah dan Uqushah. Kisah yang berkembang pada masa abbasiyah tidak hanya terbatas pada cerita keagamaan, tetapi sudah berkaitan dengan hal lain yang lebih luas, seperti kisah filsafat. b)  Amsal (peribahasa) dan Kata mutiara (al-hikam) adalah ungkapan singkat yang bertujuan memberikan pengarahan dan bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak. Amsal dan kata mutiara pada masa abbasiyah dan sesudahnya lebih menggambarkan pada hal yang berhubungan dengan filsafat, sosial, dan politik. Tokoh terkenal pada masa ini adalah Ibnu al Muqoffal. 3) Sejarah (tarikh),atau riwayat (sirah) Sejarah atau riwayat mencakup sejarah beberapa negeri dan kisah perjalanan yang dilakukan para tokoh terkenal karya sastra yang terkenal dalam bidang ini antara lain: adalah mu’jam al Buldan (ensiklopedi kota dan negara) oleh Yaqut al Rumi (1179-1229). Tarikh al hindi (sejarah india) oleh al Biruni (w.448 H/ 1048 M). Karya Ilmiah (Abhas ‘Ilmiyyah) Karya ilmiah mencakup berbagai bidang ilmu. Karya terkenal yang berkenaan dengan hal ini adalah kitab al Hawayan (buku tentang hewan).[11]
C.           Tadwin dan Tasrif  (pengumpulan/pencatatan dan karangan) Pada Masa Abbasiyah
Salah satu faktor penting yang menggalakkan penulisan dan pengumpulan adalah khalifah al-Manshur. Awal mulanya berkaitan dengan ekonomi-administrasi, kemudian melebar ke ilmu pengetahauan dan penerjemahan. Cabang ilmu dalam konteks ini dibagi2: 1) ilmu keislaman yang berupa syariat dan tata bahasa, 2) ilmu kauniyah manqulah: alam yang diambil dari bukan islam [12]
Gerakan penulisan atau pencatatan pada masa abbasiyah telah melangakah maju. Para penulis sangat memperhatikan untuk meletakkan dasar ilmu tentang masalah keislaman dan masalah bahasa Arab. Mereka menyusun dan memerinci pembahasannya serta menyususun peristilahnya.
Ilmu dari bahasa-bahasa asing yang masuk banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan kebanyakan yang diambil adalah dari Bahasa Yunani, Persia, dan India.
Kebangkitan gerakan ilmiah yang luas ini sangat mempengaruhi kehidupan Bahasa Arab, yakini; pertama, gerakan penulisan banyak mengubah makna kata dari ari semula dan juga mengabaikan gaya bahasa karena ikatan-ikatan ilmiah yang kering lagi pula mnegkibatkan hilangnya keindahan.
Tetapi kata-kata itu menjadi makna luas dan makin tersebar karena digunakan untuk pengertian baru dan sebagai symbol yang maknanya pada masa sebelumnya tidak ada. Kedua, kegiatan terjemahan menyebabkan membanjirnya kata-kata baru seperti istilah-istilah kedokteran, obat-obatan, ramuan-ramuan, penyakit-penyakit, sifat-sifatnya, nama-nama hasil produksi dan lain-lain. Para penerjemah belum membuat istilah-istilah Arab untuk pengertian-pengertian tersebut dan kerap kali menggunakan dua kata bahasa asing untuk satu pengertian tanpa usaha mencari kata Arab untuk itu.[13]
D.          Perkembangan Keilmuan Bahasa dan Cabang-cabangya
Pada zaman Abbasiyah ini terjadi perkembangan keilmuan bahasa sesuai dengan perkembangan sastra dan perkembangan keilmuan yang lainnya juga didukung oleh beberapa perpustakaan yang memuat banyak ilmu. Diantara perkembangan ilmu bahasa ini adalah: Ilmu bahasa, Ilmu Nahwu, Balaghah dan kritik sastra, Ilmu sastra itu sendiri, ’Arudl dll.
Berkembangnya Ilmu sastra ini ditandai dengan adanya hasil-hasil konstruksi industri ilmu bahasa, retorika, dan cabang-cabangnya, meskipun kesemuanya masih bergantung pada Imam, semuanya ini ditulis berdasarkan pesan dari masing-masing imam untuk menyerang penyerangan khusus, ada juga yang berisikan pesan moral Harun kepada anak-anaknya.[14]
E.           Khat al-‘Arabi dan Kekhthathnya Pada Masa Abbasiyah 1 dan 2
Khat secara etimologi berarti garis (sathr), tulisan (kitabah), tikungan (munhanan), gambar (rasm).dll. Sedangkan secara terminologi  khat arab adalah instrumen atau sarana yang berupa huruf-huruf hijaiyah yang digunakan sebagai simbol dari ujaran (parole, lafadl) masyarakat Arab.  Jadi Khat merupakan hasil pemindahan dari apa yang diucapkan (bahasakan) menjadi sesuatu yang tertulis oleh orang Arab.
Selain dengan ujaran, Dalam menuangkan gagasan, ide, atau pemikiran, masyarakat Arab juga menggunakan sarana tulisan. Hal ini perlu dipertegas, karena mereka lebih tebiasa dengan sistem ujaran, bahkan untuk kasus tertentu tulis menulis pada awalnya adalah “aib”, salah satu penyebabnya adalah dianggap tidak spontanitas dalam mengungkapkan tuturan dan antisipasi untuk plagiasi. Maka tak heran jika tradisi hafalan, pada waktu itu merupakan prestise yang sangat tinggi.
Ciri yang menonjol dari tulisan Arab adalah 1) dimulai dari kanan, 2) mempunyai 28 konsonan, 3) 3 vokal yang dilambangkan berbeda(harakat) dan terkadang tidak ada. 4) terdapat 3 nunation(tanwin) sebagai vokal yang diletakkan di huruf terahir. 5) terdapat beberapa konsonan yang jika disambung/menyambung dengan kata-lain mengalami perubahan dari bentuk mandirinya, 6) ada konsonan yang bisa: a) menyambung dan disambung; b) disambung tapi tidak menyambung, dan c) bisa disambung dan menyambung tapi dengan bantuan. dll[15]
Model seni khat pada masa Abbasiyah ke 1 dan 2 ini mencapai 50 lebih: misalnya, Murabba’, muharrar, mudawawar, mutadakhil, musyajjar, dll. Pada masa ini pula ditemukan alat tulis dengan berbagai macam model, yang diantaranya adalah model Jalil dan Taumar yang ditemukan Ibrahim Syikhri dan saudaranya Yusuf dengan model Royasi.  Ibrahim al-Ahwal menemukan istilah Tsulusain. Model-model lainnya: al-Nisf, musalsal, gunaral halbah, ruqa’, dll. Yang paling trekanal Ibn Muqlah dengan model Nashi (338h) atas inspirasi model seblumnya.
Khat sangat erat hubunganya dengan kaligrafi, adapun diantara nama kaligrafi yang terkenal antara lain; Abu Abdullah bin Asad (410), Abu al-Hasan ali bin Hilal (413) penutup seni khat yang era sesudahnya mengekor kepadanya, Aminuddin al-Maliki (618).[16]
Menurut penulis, seni  kaligrafi ini dapat memberi kontribusi terhadap peradaban Islam selanjutanya, yang antara lain; dakwah Islam dapat dilakukan melalui kaligrafi, ayat-ayat al-qur’an yang ditulis dengan berbagai model kaligrafi dapat menggabarkan tanggapan orang-orang Islam terhadap wahyu ilahi dan merupakan salah satu cara untuk mendalami agama Islam, dengan adanya kaligrari al-Qur’an dapat membawa kepada para pembaca memahami dan memaknai kehidupan sesuai dengan ayat yang ditulis pada kaligrafi.
Kaligrafi Arab tidak hanya berasal dari ayat-ayat Al-qur’an, melainkan Hadis-hadis Rasul, dan kata-kata bijak yang dapat dipakai rujukan dalam menjalankan kehidupan, sebagaimana yang sudah berjalan pada masa sekarang ini.
F.           Tokoh-tokoh Sastra Abbasiyah dan Karya-karyanya
Ada banyak tokoh sastra pada masa Abbasiyah, tokoh utama masa Abbasiyah 1 adalah Ibn Muqaffa’, Sahal bin Harwan, Ibn Zayyat, ahmad bin Yusuf, Amr bin Mus’adah, kemudian tokoh utama pada masa selanjutnya antara lain Ibrahim Ibn Abbas, al-Jahid, Ibn Qutaibah, Said bin Hamid, Abu Abbas bin Sawabah.  Adapun penulis lainnya antara lain; Yahya bin Khalid dan anaknya Jakfar dan al-fadal, Ismail bin Shahib, Amr bin mas’adah, Hasan bin Wahab al-Furat, Abas abu Bakar al-Khawarizmi, al-Badi, al-Habie, al-Imad, al-Khatib dan al-Qadli al-Fadil. [17]
Sedangkan sastra jenis  prosa, banyak yang berisi novel, riwayat, nasehat yang dikarang. Tokoh-tokohnya yang terkenal antara lain;  Abullah ibn Muqaffa dengan bukunya “Kalilah wa Dimmah”,  Abul Hamid al-Katib sebagai pelopor seni mengarang surat, Al Jahid gaya bahasa yang dipakai menjadi nama aliran yang terkenal Thariqat al-jahidh,  Ibnu Qutaibah  karangannya Uyun al-Akhbar, Kitab al-Si`ri Wa al-Syu`ra, Adab al-Katib, dll. Dan  Badaruzzaman al-Hamzany.[18]
G.          Karakteristik Sastra Abbasiyah 1 dan 2
Sastra memiliki karakter yang berbeda pada setiap masanya. Pada Sastra Abbasiyah 1 dan 2 ini tema/tujuan pengungkapan sastra dan orientasi syair mengalami perluasan, tetapi dari segi bahasa yang digunakan mengalami kemunduran karena asimilasi bangsa arab dengan ajam, namun secara keilmuan semakin mapan. Perluasan wilayah kajian sastra yang tidak hanya pada wilayah syair tetapi juga prosa sehingga memunculkan karya-karya: novel, buku-buku sastra, riwayat dan hikayat, serta munculnya genre baru. Selain itu keterbukaan yang besar terhadap budaya bangsa-bangsa lain yang menjadikan sastra  pada masa ini semakin meluas.[19]
Sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas, bahwa sastra terbagi menjadi dua, yakni puisi dan prosa. Adapun salah satu contoh prosa pada masa abbasiyah adalah prosa tentan peraturan dalam bekerja, yang ditokohi oleh Abdullah Ibn Muqaffa’;
إذا تراكمت عليك الأعمال، فلا تلتمس الروح في مدافعتها يوما بيوم، والروغان منها، فإنه لا راحة لك إلا في إصدارها، وإن الصبر عليها هو الذي يخففها عنك، والضجر هو الذي يراكمها عليك.
فتعهد من ذلك في نفسك خصلة قد رأيتها تعتري بعض أصحات الأعمال، وذلك أن الرجل يكون في أمر من أمره، فيرد عليه شغل اخر، أو يأتيه شاغل من الناس يكره إيتائه فيكدر ذلك بنفسه تكديرا يفسد ما كان فيه وما ورد عليه حتى لا يحكم واحدا منها
فإذا ورد عليك مثل ذلك، فليكن معك رأيك و عقلك، اللذان بهما تختار الأمور ثم اختر الأولى الأمرين بشغلك، فاشتغل به حتى تفرغ منه، ولا يعظمن عليك فوت ما فات، أو تأخير ما تأخر.[20]
Secara khusus, Salah satu karakteristik prosa pada masa ini adalah penulisan yang lebih cendurung terhadap respon atas pengaruh Persia untuk menggunakan ungkapan-ungkapan hiperbolik dan bersayap. Ungkapan yang singkat, tegas, dan sederhana, yang sebelumnya digunakan, kini telah ditinggalkan untuk selamanya, berganti dengan ungkapan yang semarak dan indah, serat dengan kata-kata kiasan yang berirama. Masa tersebut ditandai dengan dominasi humanisme dalam kajian ilmiah. Dari sisi intelektual, fenomena itu menandai masa kemunduran dalam tradisi sastra. Masa ini mnyeburkan kaum ploletar sastra, yang para anggotanya, karena tidak memiliki mata pencaharian tetap, mengelana dari satu tempat ke tempat lain dengan kesiagaan penuh untuk terjun dalam persoalan linguistic dan teknik tata bahasa, atau melancarkan perlawanan puitis tehadap persoalan sepele untuk mendapatkan keuntungan material dari orang-orang kaya. Masa ini juga menyaksikan munculnya bentuk baru sastra, yaitu mugaddimah.[21]
III.            PENUTUP
Tidak hanya masa Abbasiyah 1 dan dn 2 saja, secra umum prosa pada masa Abbasiyah ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dalam genre prosa, muncul prosa pembaruan (النثر التجديدي) yang ditokohi oleh Abdullah ibn Muqaffa dan juga prosa lirik yang ditokohi oleh antara lain Al-Jahizh. Salah satu prosa terkenal dari masa ini ialah Kisah Seribu Satu Malam (ألف ليلة و ليلة).
Pada masa Abbasiyah, sastra mempunyai karakteristik antara lain; 1) Tema/tujuan pengungkapan sastra dan orientasi syair mengalami perluasan. 2) Bahasa mengalami kemunduran karena asimilasi bangsa arab dengan ajam, namun secara keilmuan semakin mapan. 3) Perluasan wilayah kajian sastra yang tidak hanya pada wilayah syair tetapi juga prosa sehingga memunculkan karya-karya: novel, buku-buku sastra, riwayat dan hikayat, serta munculnya genre baru. 4) keterbukaan yang besar terhadap budaya bangsa-bangsa lainnya.
Sastra masa Abbasiyah dapat berkembang sangan pesat karena dipengaruhi pula kekahlifahan pada masa ini mempunyai karakter dan ciri yang istimewa dibanding kekhalifahan seblumnya.
Dengan adnya makalah ini, kami harap supaya pembaca mempunyai motivasi baru untuk selalu mengembangkan jiwa kesusastraan sehingga menghindari kemerosotan nilai sastra dan kepunahan sastra. Dan kami sarankan kepada pembaca supaya makalah ini tidak dijadikan bacaan utama karena pada makalah ini terdapat keminiman refrensi dan kurangnya pengetahun penulis.
Daftar Pustaka
‘Abd al-Mun’im, Muhammad. Al-‘Adab al-‘Arabi fi al-‘Asr al-‘Abbasi. Bierut: Dar al-Jail. 1992.
Daif, Syauqi. Tarikh al-Adab al’Arabi al-‘Ashr al-‘Abbasi al-Tsani. Kairo: Dar al-Ma’arif. 2002.
Fithiani, Laily, dan Wildana Wargadinata.  Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN press. 2008.
Iskandari, Ahmad dan Musthafa ‘anani. Al-wasith fi Al-adab al-‘Araby waTarikhi. Mesir: Dar al-Ma’arif, 1991.
Karim, Muhammad Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007.
K Hitty, Philip. History of The Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2008.
Luthfi. Habibi Muhammad. Hand Out Tarikh Adab Pertemuan ke 9.
           Hand Out Fiqh al-Lughoh pertemuan ke 13.
Muzakki, Ahmad. Teori Sastra Arab. Malang: UIN Maliki Press. 2011.
Munthota. dkk.. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: UII Press. 2009.
Sirhan, Muhammad. Fiqhuilughah Ilmu Bahasa Arab. Semarang: Press.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafido Persabda. 2007.
http://faristin-ichsan.blogspot.com/2012/05/sastara-arab-di-masa-abasiyah-awal.html, diakses pada tanggal 08 januari 2012 pukul 14:03 WIB
http://kritik-sastra-masa-abbasiyah,/  html, diakses pada tangaal 13 Januari 2013, pukul  12:16 WIB
http://sastra-di-masa-Abbasiyah./html, diakses pada tanggal 22 januari 2013, pukul 16.39 WIB
http://srimulyanicha.blogspot.com/2012/05/perkembangan-pada-masa-daulah-abbasiyah.html, diakses pada tanggal 19 januari 2012



[1] Wildana Wargadinata, dan Laily Fithiani, Sastra Arab dan Lintas Budaya, (Malang: UIN press, 2008), hlm. 20
[2] Ahmad Iskandari dan Musthafa ‘Anni, Al-Wasith fi al-‘Adabi wa Tarikhihi, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1919), hlm 10
[3] Munthota, dkk., Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm 35
[4]  Philip K Hitty, History of The Arabs, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008) hlm. 375
[5] Ahmad Muzakki, teori sastra arab,  (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm. 95
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafido Persabda, 2007), hlm. 49-50
[7] http://faristin-ichsan.blogspot.com/2012/05/sastara-arab-di-masa-abasiyah-awal.html, diakses pada tanggal 08 januari 2013 pukul 14:03 WIB
[8] Muhammad ‘Abd al-Mun’im, Al-‘Adab al-‘Arabi fi al-‘Asr al-‘Abbasi, (Bierut: Dar al-Jail, 1992) hlm. 2
[9] Syauqi Daif, Tarikh al-Adab al’Arabi al-‘Ashr al-‘Abbasi al-Tsani, (Kairo: Dar al-Ma’arif, 2002), hlm. 513
[10] Muhammad Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm 179-180
[11] http://kritik-sastra-masa-abbasiyah,/  html, diakses pada tangaal 13 Januari 2013, pukul  12:16 WIB
[12] Habibi Muhammad Luthfi, Hand Out Tarikh Adab Pertemuan ke 9, slide 19
[13] Muhammad Sirhaan, Fiqhuilughah Ilmu Bahasa Arab, (Semarang: Press ), hlm. 65-66
[14] Iskandari, Ahmad dan Musthafa ‘anani, Al-wasith fi Al-adab al-‘Araby waTarikhi, (mesir: Dar al-Ma’arif, 1991), hlm.
[15] Habibi Muhammad luthfi, Hand Out Fiqh al-Lughoh pertemuan ke 13,  slide 1
[16] Habibi Muhammad Luthfi, Hand Out Tarikh…, slide 18
[17] Habibi Muhammad Lutfi, Hand out Tarikh…, slide 17
[18] http://srimulyanicha.blogspot.com/2012/05/perkembangan-pada-masa-daulah-abbasiyah.html, diakses pada tanggal 19 januari 2012, pukul 12:50 WIB
[19] Habibi Muhammad Luthfi, Hand Out Tarikh…, slide 22
[20] http://sastra-di-masa-Abbasiyah./html, diakses pada tanggal 22 januari 2013, pukul 16.39 WIB
[21] Philip K Hitty, History…, hlm. 505
Sumber artikel :
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "TARIKH ADAB = SASTRA ABBASIYAH 1 DAN 2 SERTA KARAKTERISTIKNYA"

 
Template By Kunci Dunia
Back To Top