Resensi Buku: Kasidah Sunyi yang Religius
Judul buku: Kasidah Sunyi: Cerita Cinta Yusuf dan Zulaecha
Penulis: Achmad Munif
Penerbit: Cakrawala Fiksi
Cetakan: I, 2011
Tebal: 420
Sama
halnya dengan kisah Yusuf & Zulaikha yang tertulis di dalam kita
Alquran, novel ini juga mengangkat tema serupa. Tokoh utama adalah
seorang gadis bernama Zulaecha yang mengagumi seorang pria bernama
Yusuf. Echa, panggilan akrab Zulaecha merupakan seorang gadis kampung di
pesisir laut selatan yang kemudian diangkat anak oleh keluarga kaya
hingga akhirnya Echa menjadi artis terkenal.
Echa dan Yusuf
kuliah di universitas yang sama. Kekaguman Echa meluntur ketika Yusuf
pada suatu seminar anti pornografi-pornoaksi mengatakan bahwa
artis-artis yang tidak berjilbab atau sebelumnya telah berjilbab tetapi
kemudian melepasnya, harus kembali mengenakan jilbab jika ingin
dikatakan sebagai wanita muslim. Echa yang mendengar ucapan Yusuf
tersebut merasa tersinggung. Sebab sebelum menjadi artis, Echa berjilbab
tetapi demi ketenaran, Echa melepaskan jilbabnya. Akhirnya Echa
mengatur siasat untuk menjebak Yusuf dan ingin menguji iman Yusuf.
Novel
ini sarat dengan nilai religius. Kisah kedua tokoh sangat mirip dengan
kisah Yusuf & Zulaikha di dalam alquran. Bisa dikatakan bahwa Yusuf
dan Echa adalah Yusuf dan Zulaikha versi modern, sebab konflik-konflik
yang dihadapi oleh Yusuf dan Echa diwarnai oleh gaya hidup cowok-cewek
modern. Tetapi di dalam novel ini juga menghadirkan pihak ketika yakni,
Baron Handoko yang merupakan seorang sutradara film porno. Baron
tertarik pada Echa dan ingin berkencan dengannya, tetapi gadis itu
selalu dapat menghindar. Echa tidak nyaman dengan Baron sebab Baron jauh
lebih tua darinya.
Novel ini juga mengisahkan pencarian jati
diri para tokoh untuk menemukan hakikat hidup yang sesungguhnya, yakni
beribadah kepada Allah. Tokoh Zulaecha mencari jati dirinya
nasehat-nasehat guru ngajinya ketika di kampung dulu bernama Ning
Maryam, “Echa masih ingat Ning Maryam pernah mengatakan bahwa kata
‘cinta’ jangan hanya dibatasi dengan pengertian sempit yakni ‘cinta
asmara antara laki-laki dan perempuan’”. Nasehat-nasehat Ning Maryam
serupa pagar yang menjaga “madu” Zulaecha.
Sementara pencarian jati
diri Yusuf, dibantu oleh keberadaan catatan harian kakeknya yang telah
meninggal. “Kadang Yusuf merasakan apa yang ditulis kakeknya itu lebih
dari pada ‘kitab nasihat’ disbanding buku harian.” Dan terakhir,
pencarian jati diri Baron Handoko sebagai makhluk ciptaan yang
seharusnya membutuhkan Tuhan dibantu dengan kemunculkan seorang
laki-laki tua misterius yang tiba-tiba meramalkan nasibnya ketika dia
sedang di pesawat menuju Hongkong, “Baron akhirnya menganggap laki-laki
tua itu mengigau. Tapi, pernyataannya bahwa ia gelisah cukup menganggu
perasaan dan pikirannya. Benarkah aku gelisah. Kalau aku benar-benar
gelisah, mengapa aku gelisah? Lalu Baron mencoba melakukan refleksi
diri.”
Kekurangan novel ini hanya pada cara penyajiannya yang
lebih seperti buku agama. Ayat-ayat alquran banyak bertebaran di dalam
novel ini, seolah-olah novel ini lebih sebagai suatu buku panduan dalam
beragama yang baik. Hal itu cukup membuat pembaca terganggu dan merasa
digurui.
Sumber artikel:
0 Komentar untuk "Resensi Buku: Kasidah Sunyi yang Religius "