KISAH CINTA NABI YUSUF AS DAN ZULAIKHA DALAM AL-QURAN
DAN INJIL
Oleh R Syarif Ario Dgs di KISAH NABI SAW, SHAHABAT, NABIYULLAH, WALIYULLAH & HABAIB (Berkas) · Sunting Dokumen
Oleh R Syarif Ario Dgs di KISAH NABI SAW, SHAHABAT, NABIYULLAH, WALIYULLAH & HABAIB (Berkas) · Sunting Dokumen
Mukkadimah
Tak perlu diragukan lagi, kisah Yusuf alaihis salam
begitu masyhur, tak hanya di kalangan Muslimin, namun juga bangsa semit
lainnya. Ini dikarenakan diskursus tentang Yusuf termaktub dalam tiga kitab
suci, baik perjanjian lama, perjanjian baru, ataupun al-Qur'an. Bahkan dalam
al-Qur'an, kisah Yusuf dikhususkan dalam satu surat sepanjang 111 ayat, pada
surat ke-12, termasuk ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah, yang mana dianggap
sebagai kisah paling rinci.
Terlepas dari perbedaan narasi di masing-masing kitab
suci, kisah Yusuf sangatlah menginspirasi dan menggugah. Mungkin, karena alur
dan jalan ceritanya yang indah, apalagi diakhiri dengan happy ending. Dalam
Islam, sebagaimana termaktub dalam surat Yusuf, kisahnya dibuka lewat mimpi
Yusuf akan sebelas bintang, matahari, dan bulan yang bersujud padanya (QS.
12:4). Dilanjutkan dengan makar saudara-saudaranya hingga ia terjual sebagai
budak di Mesir. Perjalanannya berlanjut ke penjara akibat konspirasi Zulaikha
dan al-Aziz, menetap beberapa tahun di sana hingga ia dibebaskan karena
kemampuannya menyingkap tabir mimpi raja. Cerita berlanjut dengan diangkatnya
Yusuf menjadi al-Aziz (perdana menteri), dan ditutup dengan berkumpulnya
kembali dengan sang ayah Ya'kub, adiknya Benyamin, dan seluruh
saudara-saudaranya.
Di era modern, kisah Yusuf coba divisualisasikan oleh
produser Iran dalam serial televisi (sinetron) pada tahun 2008 dengan judul
Yousuf e Payambar (Yusuf ash-Shiddiq). Serial ini disutradarai Farajullah
Salahshur dalam bahasa Persia, lalu dialih bahasakan ke dalam bahasa Arab dan
Inggris. Tentunya gemarnya sineas Iran yang mengangkat kisah-kisah Islam dalam
bentuk visual mendapat kritik tajam dari kalangan Sunni, terutama ulama
al-Azhar. Sebabnya, banyak beberapa adegan yang ditampilkan tidak sesuai dengan
ajaran Islam sebenarnya, ditambah keberanian luar biasa mereka menampilkan
sosok-sosok suci seperti para Nabi dan beberapa sahabat dalam wujud fisik yang
jelas.
Perbedaan versi
Meski sebagian besar cerita Yusuf dalam al-Qur'an
tidak jauh berbeda dengan narasi perjanjian lama, namun terdapat juga beberapa
bagian yang bertentangan. Selain itu, informasi dalam al-Quran banyak yang tak
tercantum dalam injil, begitu juga sebaliknya. Sebagai seorang Muslim, meyakini
al-Qur'an sebagai kebenaran mutlak adalah keniscayaan. Segala hal yang
bertentangan dengannya sudah pasti harus ditolak. Adapun hal-hal yang tak
tercantum dalam al-Qur'an dan tidak bertentangan dengannya, baik itu didapat
dari bukti-bukti sejarah atau israiliyat, maka dalam menyikapinya boleh mempelajari,
tapi tidak untuk diyakini.
Beberapa versi alkitab di antaranya:
· saudara Yusuf yang melarang saudara-saudaranya
membunuh Yusuf disebutkan dengan nama Ruben, yang merupakan orang tertua di
antara mereka (Kejadian 37:20-22).
· Saat saudara-saudaranya ke Mesir, Yusuf menerima
mereka secara kasar, menuduh mereka mata-mata, dan mengirim mereka kembali
kepada ayah mereka dengan menjadikan Simeon sebagai sandera, agar mereka datang
membawa Benyamin. Dalam Islam Yusuf tidak melakukan penyanderaan, bahkan menyambut
dengan suka cita, dengan memberikan bekal yang berlimpah: Dan tatkala Yusuf
menyiapkan untuk mereka bahan makanannya, ia berkata: "Bawalah kepadaku
saudaramu yang se ayah dengan kamu (Bunyamin), tidakkah kamu melihat bahwa aku
menyempurnakan sukatan dan aku adalah sebaik-baik penerima tamu?" (QS.
12:65).
· Sebelum Yusuf berusia 30 tahun, ia diangkat menjadi
raja muda di Mesir, dengan nama Zaphnath-Paaneah, kemudian menikah dengan
Asenath, putri Potipherah, anak seorang. Yusuf memiliki dua anak dengan
Asenath: Manasye dan Efraim.
· Yusuf juga dikabarkan meninggal di Mesir, namun
berpesan pada keturunannya agar ia dikebumikan di tanah leluhurnya Palestina.
Di kemudian hari atau sekitar 400 tahun sesudah kematiannya, ketika Musa
membawa Bani Israel keluar Mesir, ia juga membawa peti mati Yusuf besertanya,
lalu Nabi Yusa' bin Nun berhasil memasuki Palestina dan menguburkannya.
Eksistensi Bani Israel sendiri di bumi Kan'an
berlangsung pada 1209 SM-63 SM, sampai dibubarkannya oleh Pompey, Panglima
Romawi. Sebelumnya Kerajaan Judea dan Israel di Kan;an pernah dijajah oleh
Babylonia 586-539 SM, Persian 539-332 SM, dan Yunani 332-63 SM.
Genealogi Yusuf
Perbedaan paling mencolok adalah kisah Ya'kub yang
memiliki stigma negatif dalam alkitab. Ya'kub, ayahnya Yusuf, merupakan tokoh
kontroversial. Dalam bahasa Ibrani, Ya'kub berarti penipu, tak mengherankan
kisahnya penuh dengan muslihat. Kitab Kejadian melukiskan bahwa bahkan sejak di
dalam kandungan ibunya, Yakub telah berseteru dengan Esau, kembarnya yang
sulung (Kejadian 25:22-26). Dengan pertolongan ibunya, aa mencuri berkat
kesulungan Ishak dengan menyamar sebagai Esau (Kejadian 27). Akibatnya, Esau
murka dan berniat membunuh Yakub. Karena itu Yakub melarikan diri ke rumah
pamannya, Laban di bumi Irak.
Yusuf adalah anak Ya'kub bin Ishak bin Ibrahim bin
Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad
bin Syam bin Nuh. Adapun ibunya adalah Rachel (Rahil), yang wafat sesaat
setelah melahirkan Benyamin. Yakub sendiri yang disebut sebagai Israel menikah
dengan dua anak pamannya Laban: Lea dan Rahel, lalu menikahi budak perempuan
Lea, Zilpa, dan budak perempuan Rahel, Bilha.
- Anak-anaknya dari Lea: Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda,
Isakhar, dan Zebulon.
- Dari Rahel: Yusuf dan Benyamin.
- Dari Bilha: Dan dan Naftali,
- Dari Zilpa: Gad dan Asyer.
Nantinya, nama suku-suku besar Israel diambil dari
nama 12 anak Ya'kub. Mereka dan keturunannya disebut sebagai Al-Asbath, yang
berarti cucu-cucu. Dari keturunan Lewi, terdapat Musa, Harun, Ilyas, dan Ilyasa.
Dari Yehuda, keturunannya terdapat Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, Isa. Dan
Benyamin terdapat Yunus.
Adapun Ya'kub menurut Islam (sekitar 1837-1690 SM)
merupakan salah seorang Rasul yang ditugaskan berdakwah kepada Bani Israil di
Syam. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1750 SM dan namanya disebutkan 16
kali dan memiliki 12 anak.
Menurut agama Yahudi dan Kristen, Ishak adalah anak
yang hendak dikorbankan oleh Ibrahim Allah di Bukit Moria sebagai bukti
ketaatan Ibraham kepada-Nya (Kejadian 22). Adapun Islam meyakini bahwa yang
hendak dikorbankan adalah Nabi Ismail.
Yusuf di Mesir
Yusuf ditaksir hidup pada 1745-1635 SM. Selama Yusuf
memiliki kekuasaan di Mesir, Bani Israel yang tadinya hanya 70-an berkembang
pesat menjadi ratusan, yang nantinya mencapai ratusan ribu. Kenyamanan yang
diterima Bani Israel di Mesir berakhir setelah terusirnya Bangsa Heksos dari
Mesir. Heksos sendiri merupakan bangsa pendatang dari Asia Barat atau Tengah
yang menjajah Mesir selama satu abad, tepatnya pada dinasti 12 hingga 17.
Sepeninggal Heksos, nasib Bani Israel berubah drastis dengan menjadi masyarakat
kelas bawah, yakni budak. Kondisi ini terus berlanjut hingga datangnya Nabi
Musa dan Nabi Harun yang menyelamatkan mereka.
oleh : Indra San Meazza
Romansa Kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha
“Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada
isterinya: “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia
bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikian pulalah
Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar
Kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Yusuf: 21)
Kemudian ada penjelasan di seputar ayat ini. Kisah
Nabi Yusuf dengan Zulaikha kemudian timbul di kalangan mufassirin. Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/Penafsir al Qur’an yang ditunjuk oleh Departemen Agama
Republik Indonesia (DEPAG-RI) dalam al Qur’an dan Terjemahnya, memberikan
penafsiran ayat tersebut. Ketika terjemah ayat tersebut menuturkan: “Dan orang
Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya”, dalam footnote (no. 748), Tim
menulis: “Orang Mesir yang membeli Yusuf AS. itu seorang Raja Mesir bernama
Qithfir dan nama isterinya Zulaikha.” Tidak sampai di situ, lebih jauh lagi
nama Zulaikha tersebut langsung dicantumkan di dalam terjemah ayatnya. Hal ini
dapat kita lihat pada terjemah Surat Yusuf ayat 23: “Dan wanita (Zulaikha) yang
Yusuf tinggal di rumahnya…”. Begitu pula dalam footnote (no. 750) yang
menafsiri ayat tersebut. “Ayat ini tidaklah menunjukkan bahwa Nabi Yusuf AS.
punya keinginan yang buruk terhadap wanita itu Zulaikha….”. Demikian nama
Zulaikha disinggung sebanyak tiga kali dalam al-Qur’an dan Terjemahnya yang
dicetak dan disebarluaskan oleh DEPAG-RI. Usaha penerjemahan itu dilangsungkan
selama delapan tahun oleh tim khusus yang diketuai oleh Prof. R.H. A. Soenarjo,
S.H. dari Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al Qur’an. Selesai pada
tahun 1971.
Dengan demikian, tersebarnya Al Qur’an dan Terjemahnya
versi DEPAG-RI kala itu, diawali keterangan para ulama yang menukil kisah itu
dari kitab-kitab tafsir klasik, akhirnya penamaan Zulaikha tersebut melembaga
di masyarakat. Mereka tidak tahu menahu tentang otentisitas riwayat seputar
itu. Yang mereka kenal, bahkan sudah menjadi keyakinan, Zulaikha itu adalah
nama wanita yang merayu Nabi Yusuf AS. Kemudian setelah Nabi Yusuf AS. diangkat
menjadi pembesar Mesir, Zulaikha dinikahi oleh beliau. Mereka berdua hidup
seia-sekata, saling mengasihi dan menyayangi. Menurut mereka, itulah dambaan
setiap keluarga dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Maka tak heran jika
tipologi Yusuf – Zulaikha, oleh mereka, disamakan dengan tipologi Adam – Hawa,
Muhammad – Khadijah, dan Ali – Fatimah. Padahal tidak ada riwayat yang shahih
menerangkan bahwa istri al Aziz itu bernama Zulaikha dan Nabi Yusuf pernah
menikahinya. Karenanya, ada yang berseloroh bahwa orang yang berdoa agar kedua
mempelai itu saling sayang-menyayangi seperti Yusuf dan Zulaikha, maka hal itu
sama saja dengan mendoakan agar seseorang itu menyayangi istri orang lain,
alias berselingkuh.
Agama Islam datang setelah Agama Yahudi dan Nashrani.
Begitu pula pengikutnya. Kaum Yahudi dan Nashrani memiliki dasar-dasar
pengetahuan agama yang diperolehnya dari kitab suci mereka, Taurat untuk Yahudi
dan Injil untuk Nashrani, sebelum mereka akhirnya memeluk Islam. Bahkan, khusus
mengenai cerita para nabi dan umat terdahulu, mereka memiliki data-data yang
sangat rinci. Maka tidak heran, ketika al Qur’an menuturkan cerita-cerita
tersebut, mereka langsung memberikan responnya berdasarkan kitab suci mereka
dengan sangat mendetail.
Memang al Qur’an bukan kitab sejarah. Tetapi al Qur’an
memuat fakta sejarah, khususnya para nabi dan umat-umat terdahulu. Dari segi
penuturannya, menunjukkan bahwa al Qur’an ingin menunjukkan ke-i’jazan-nya.
Sedangkan dari segi isinya, semua itu agar dijadikan pelajaran yang berharga
bagi umat manusia yang hidup setelahnya.
Pengikut Islam periode pertama, yaitu masa Rasulullah
Saw dan para shahabatnya, menyikapi cerita-cerita mereka dengan sangat
hati-hati. Dalam sebuah hadits shahih dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw
bersabda:
“Kamu jangan membenarkan penuturan Ahl al-Kitab,
jangan pula mendustakannya. Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan apa-apa
(kitab) yang diturunkan kepada kami dan (kitab-kitab) yang diturunkan
kepadamu.”
Sikap kehati-hatian ini diperintahkan oleh Nabi SAW
kepada para shahabatnya, sebab di dalam penuturan Ahl al-Kitab mengandung dua
kemungkinan, benar dan salah. Tetapi Nabi SAW juga tidak hitam-putih. Bersikap
fleksibel dalam masalah ini, beliau, yang diikuti para shahabatnya, tetap
menerima penuturan mereka, sejauh tidak menyangkut akidah dan hukum-hukum
syariah. Kebolehan tersebut terbetik dari sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh
Abdullah bin Amr sebagai berikut:
“Sampaikan apa-apa dariku meskipun itu berupa satu
ayat. Kamu tidak apa-apa meriwayatkan penuturan Bani Isra`il (Ahl al-Kitab).
Siapa yang mendustakanku dengan sengaja, maka bersiaplah dirinya untuk
menempati tempatnya di neraka.”
Hadits di atas melukiskan kepada kita bahwa Nabi SAW
membolehkan para shahabatnya (dan umatnya) untuk mengambil tafsir Isra`iliyyat.
Tetapi lagi-lagi tetap dengan syarat, tidak boleh berisi riwayat palsu. Jadi
harus betul-betul diketahui keshahihannya. Demikian pula halnya dengan kisah
romantis Nabi Yusuf As. dan Zulaikha. Ketika al Qur’an dalam ayat di muka tadi
(surat Yusuf ayat 21) disinggung, para Ahl al-Kitab pun sibuk menuturkan alur
cerita tersebut dengan detail. Nama Zulaikha yang dilansir sebagai istri dari
al Aziz (pejabat tinggi Negeri Mesir saat itu), tersebar luas setelah Ahl al
Kitab menuturkannya. Karenanya, di sini kita perlu hati-hati dalam
menyikapinya. Apakah benar seperti itu atau hanya bualan mereka yang tidak ada
dasarnya. Atau jangan-jangan riwayat tentang hal itu adalah palsu. Sikap
hati-hati seperti inilah yang harus kita lakukan ketika menghadapi kisah
tentang Nabi Yusuf dan Zulaikha.
Sedikit sekali kitab tafsir yang menuturkan nama Zulaikha
sebagai istri al-Aziz dengan metodologi transmisi. Berdasarkan suatu riwayat,
namanya bukan Zulaikha, tetapi Ra’il binti Ra’a`il. Adapun yang lain menuturkan
penamaan istri al Aziz tersebut dengan beberapa riwayat yang berbeda. Nama
Ra’il didapatkannya dari riwayat Ibnu Ishaq yang dituturkan oleh al-Mawardi.
Sedangkan nama Zulaikha tidak disebutkan sumber riwayatnya. Disebutkan nama
Zulaikha tersebut bersumber dari riwayat Abu al-Syeikh dari Syu’aib al-Juba’i.
Adapun nama Ra’il binti Ra’ayil didapatkannya dari riwayat Ibn Jarir dan Ibn
Abi Hatim dari Muhammad bin Ishaq. Selain itu ada juga para mufassir yang
menuturkan penamaan istri al Aziz itu, baik dengan Zulaikha atau Ra’il, dalam
kitab-kitab tafsir mereka, tetapi tidak menyebutkan sumber periwayatannya.
Ada juga mufassir yang hati-hati dalam menyikapi
masalah ini. Lihat saja misalnya al Imam al Fakhr al Razi (w. 604 H). Setelah
beliau menyajikan menu cerita beraroma isra`iliyyat seputar identitas orang
Mesir yang membeli Yusuf berikut istrinya secara mendetail, dengan tegas beliau
mengatakan bahwa riwayat-riwayat di atas tidak ada dasarnya dalam al Qur’an.
Begitu juga Hadis yang shahih tidak ada yang menguatkannya. Lebih lanjut beliau
menjelaskan bahwa penafsiran kitab suci al Qur’an itu tidak disandarkan pada
riwayat-riwayat ini. Karenanya, orang yang berakal harus berhati-hati dalam
mengambil riwayat tersebut sebelum menceritakannya pada orang lain. Begitu juga
halnya dengan al-Imam Ibn al-Qayyim (w. 751 H) dalam kitabnya al Tafsir al
Qayyim. Ketika menafsiri ayat di atas, beliau tidak menyebutkan nama istri al
Aziz tersebut. Menurut beliau para ulama yang dijadikan pegangan olehnya tidak
ada yang menyebutkan nama wanita itu. Tetapi mereka hanya menuturkan
sifat-sifatnya yang buruk sebagaimana al-Qur’an menuturkannya.
Hal senada dilontarkan pula oleh al-Sayyid Muhammad
Rasyid Ridha, mufassir kontemporer, dalam kitabnya Tafsir al-Manar. Dia
mengatakan bahwa al Qur’an tidak menyebutkan secara jelas nama orang Mesir yang
membeli Yusuf. Begitu juga nama istrinya. Menurut beliau al Qur’an itu bukan
kitab cerita atau sejarah an sich, melainkan di dalamnya terdapat hikmah,
nasihat, pelajaran, dan pendidikan akhlak. Karenanya al Qur’an hanya menyebut
orang Mesir itu dengan al Aziz. Sebab gelar al Aziz itu nantinya akan disandang
oleh Nabi Yusuf setelah diangkat menjadi kepercayaan raja di Mesir.
Terus bagaimana kebenaran cerita ini? Karena
penasaran, aku kemudian bertanya kepada Bro Abbas yang lebih menguasai
literatur Arab dan kitab-kitab para ulama. Bro Abbas kemudian mengambil dari
tafsir Ibn Katsir.
Yang membeli Nabi Yusuf adalah Ithfir atau Qithfir
seorang menteri keuangan (Menkeu) Mesir pada masa Raja: Ar-Royyan bin Al-Walid,
dan istri Ithfir namanya adalah Ra’el binti Ra’ael, ada yang meriwayatkan juga
nama Istri Menkeu ini adalah Zulaikha.
Dan menurut Ibn Asyur dalam Tafisrya At-Tahrir wa
Al-Tanwir:
Ra’el adalah sebutan bangsa Yahudi dan Zulaikha adalah
sebutan yang tertera di manuskrip Arab klasik.
Lalu Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat 56 surat
Yusuf menjelaskan lebih lanjut tentang akhir cerita Nabi Yusuf ketika keluar
dari penjara dan terbukti ternyata Nabi Yusuf adalah orang yang jujur.
Maka Nabi Yusuf diangkat menjadi Menkeu oleh Raja ar
Rayyan, dan menggantikan posisi al Aziz atau Ithfir yang dulu menjadi dalang
penjeblosan Nabi Yusuf ke penjara dengan tuduhan kasus perselingkuhan dengan
Zulaikha atau Rael.
Menurut Mujahid (ahli Tafsir dari kalangan shahabat
dan riwayatnya diambil Ibnu Jarir at Thobari dalam buku tafsirnya yang paling
banyak menjadi refrensi tafsir bil ma’tsur Jamiul Bayan fi Ta’wil al Qur’an,)
bahwa Ithfir meninggal dunia beberapa malam setelah dicopot dari MenKeu Mesir
oleh Raja Arroyyan. Nah ini nih yang seru: Roman Asmaranya!!!
Lalu Raja ar Rayyan mempunyai inisiatif untuk menikahkan
Nabi Yusuf dengan mantan Istri Ithfir (al Aziz) yang benama Rael atau Zulaikha.
Lalu mereka (Yusuf dan Zulaikha) bertemu kembali, tapi dalam kesempatan yang
berbeda dan sekarang sudah resmi dan halal layaknya pasutri. Yang menarik
adalah, diriwayatkan bahwa ketika mereka berdua berada di dalam kamar,
terjadilah dialog yang akan menjadi jawaban dari rasa penasaranku tadi.
Diriwayatkan Nabi Yusuf membuka pembicaraan dengan berkata: “Bukankah
kesempatan seperti ini lebih baik dan terhormat daripada pertemuan kita dahulu
ketika engkau menggebu-gebu melampiaskan hasratmu, wahai Zulaikha”. Lalu
diriwayatkan bahwa Zulaikha pun menjawab dengan jawaban yang diplomatis dan
romantis.
“Wahai orang yang terpercaya, janganlah engkau
memojokkanku dengan ucapanmu itu (cinta ini membunuhku, kata The Nasib) ketika
kita bertemu dulu jujur dan akuilah bahwa di matamu akupun cantik dan
mempesona, hidup mapan dengan gelar kerajaan dan segalanya aku punya, namun
ketika itu aku tersiksa karena suamiku tidak mau menjamah perempuan manapun
termasuk aku, lantas akupun mengakui dengan sepenuh hatiku akan karunia Allah
yang diberikan atas ketampanan dan keperkasaan dirimu wahai Nabi Yusuf”.
Kemudian diriwayatkan para mufassir bahwa ternyata
Nabi Yusuf baru menyadari kebenaran ucapan Zulaikha setelah membuktikan bahwa
ternyata Zulaikha masih perawan. Mereka menikah dan dikaruniai dua orang anak
laki laki. Jadi begitu ceritanya. Kesimpulannya adalah memang Istri Nabi Yusuf
adalah Rael atau Zulaikha.
Dan keduanya memang “Jatuh Cinta pada Pandangan
Pertama”, karena memang ayat al Qur’an menyebutkan begitu. Dan hikmahnya tentu
model hubungan yang paling mendapatkan barakah adalah jika melalui jalan yang
disyariatkan Islam, dan bukan LKMD (Lamaran Keri Metheng Dhisik) .
Wa Allohu a’lam bi ash showab
0 Komentar untuk "KISAH CINTA NABI YUSUF AS DAN ZULAIKHA DALAM AL-QURAN DAN INJIL"