My Library

selamat datang di perpustakaan ilmu dan info.

pasang
pasang
pasang

SASTRA DAN PSIKOLOGI


Jika kita membicarkan kedua hal ini antara sastra dan psikologi amatlah berkaitan. dalam psikologi mereka menganalisa perilaku manusia langsung dari objeknya yaitu manusia. Sedangkan dalam sastra menganalisa karakter suatu cerita yang merupakan wujud representasi dari karakter manusia itu sendiri, meskipun perwujudan karakter tersebut dapat bersifat fiktif.

Psikologi, Seni, dan Sastra

Pemikir pertama yang berhasil membedah hubungan antara psikologi, seni, dan sastra adalah Freud. Dengan sangat cermat dia mempelajari riwayat hidup para seniman besar dan sastrawan besar, dan berusaha mencari hubungan signifikan riwayat hidup mereka dengan karya-karyanya. Dia berhasil membuktikan bahwa seni dan sastra, begitu juga mitologi, sangat erat kaitannya dengan psikologi.

Psikologi Personalitas

Abad ke-20 didominasi oleh tiga teori psikologi, yaitu psikologi analisa dengan tokoh-tokohnya Freud, Jung, dan Lacan; psikologi behaviorisme dengan tokoh-tokohnya B.F. Skinner dan John B. Watson; dan psikologi humanistik dengan tokohnya Abraham Maslow dan Carl Rogers. Psikoanalisa dipergunakan untuk orang-orang yang “tidak normal”, behaviorisme menunjukkan bahwa manusia selamanya dikondisikan oleh lingkungannya, sedangkan psikologi humanistik untuk “orang-orang normal” yang ingin mendapat pencapaian maksimal atau aktualisasi diri. Karena tiga psikologi itu pada hakikatnya mempertanyakan masalah jati diri, maka tig psikologi tersebut dinamakan psikologi personalitas.

Psikologi Behaviorisme

Dalam psikologi behaviorisme ditekankan bahwa segala sesuatu yang dapat dianggap sebagai ilmu pengetahuan harus dapat diobservasi secara langsung. Oleh karena itu, penelitian-penelitian psikologi behaviorisme selalu didasarkan pada pengamatan langsung dengan mempergunakan binatang.
Menurut psikologi behaviorisme, tindakan manusia selalu dikondisikan oleh lingkungannya karena perilaku manusia tidak lain merupakan tanggapan terhadap kondisi lingkungannya.

Ada tiga alasan mengapa pikologi masuk ke dalam kajian sastra, yaitu.

1. untuk mengetahui perilaku dan motivasi para tokoh dalam karya sastra. Langsung atau tidak, perilaku dan  motivasi pata tokoh dalam karya sastra tampak juga dalam kehidupan sehari-hari.

2. untuk mengetahui perilaku dan motivasi pengarang.

3. untuk mengetahui reaksi psikologis pembaca.

Psikoanalisa

Dalam psikologi, psikoanalisa digunakan untuk terapi penderita penyakit jwa. Sementara itu, dalam sastra psikoanalisa digunakan untuk menganalisis tokoh/pengarang/pembaca yang mengalami gangguan jiwa. Berbeda dengan psikoanalisa dalam psikologi, yaitu bersifat pengobatan, psikoanalisa dalam sastra digunaan untuk menganalisis karya sastra/sastrawan/pembaca tanpa mengandung unsur pengobatan secara langsung.

Jiwa manusia, menurut psikoanalisa, memiliki tiga komponen (model tripartit):

1. id, yaitu dorongan alamiah jiwa manusia untuk berpikir dan bertindak apa pun sesuai dengan kehendaknya sendiri, tanpa kendali, dan tanpa keinginan untuk membatasi diri. Sumber utama id terletak dalam pikiran kanak-kanak. Oleh karena itu, interpretasi id dapat dikembalikan ke masa kanak-kanak tokoh dalam karya sastra/sastrawan.

2. superego, yaitu perwujudan wewenang ayah dan masyarakat, wewenang untuk mengendalikan dan membatasi dengan keras keinginan-keinginan tanpa kendali dan tanpa pembatasan diri id.

3. ego, yaitu penyeimbang antara tuntutan-tuntutan pengendalian diri dan pembatasan dii milik superego, dan dorongan tanpa kendali dan tanpa batas milik id. Dalam kedudukannya sebagai penyeimbang, ego adalah kepanjangan kesadaran pikiran. Kesadaran inilah yang mengendalikan kata-kata, tindakan-tindakan, dan pikiran-pikiran seseorang dalam menghadapi masyarakat sebagai sebuah dunia di luar dunia dirinya sendiri.

Kegunaan interpretasi adalah melihat motivasi di balik ketiga komponen yang dari luar tampak satu, namun sebenarnya bukan satu. Karena itu, psiko analisa, khususnya dalam sastra, adalah metode intepretasi untuk menemukan motivasi yang tersembunyi dalam jiwa tokoh dalam karya sastra/pengarang yang muncul dalam perilaku tokoh. Penganalisis mencari kunci-kunci perilaku (kata-kata, pikiran, tindakan) dalam karya sastra untuk melihat motivasi apa sebenarnya yang berada di balik kunci-kunci itu.

(Budi Darma, Pengantar Teori Sastra, 2004, Jakarta: Pusat Bahasa Diknas)

Berbagai pendekatan sastra
Oleh: Mr Marjan

1. Pendekatan biografis

Wellek dan Warren dalam Theory of Literature menyatakan bahwa pendekatan biografis merupakan teori tertua dalam kajian sastra. Pendekatan ini terkait dengan latar belakang pengarang dan proses kreatif. Pendekatan biografi diarahkan sebagai representasi atau membaca teks sastra sebagai teks hidup pengarang. Pendekatan biografis ramai di Barat dalam pembicaraan sastra pada abad ke-19. Pendekatan ini lalu dianggap rentan dengan kelemahan dan kesalahan. Pada awal abad ke-20 teori ini jarang dipakai dala pembacaan dan penilaian teks sastra. Pelupaan atau penyingkiran ini justru memberi kemungkinan kejutan ketika ada yang mau memakai kembali dengan ramuan-ramuan tambahan atau pencanggihan tertentu. Kebutuhan terhadap keterangan utuh atau totalitas teks sastra dan pengarang bisa ditemukan dengan penedekatan biografi.

2. Pendekatan Psikologis

Psikoanalisis dalam sastra memiliki empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada pembaca. Namun, yang digunakan dalam psikoanalisis adalah yang ketiga karena sangat berkaitan dalam bidang sastra.

Asal usul dan penciptaan karya sastra dijadikan pegangan dalam penilaian karya sastra itu sendiri. Jadi psikoanalisis adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.

3. Pendekatan Historis

(pendekatan sosiologis-historis menyaran kepada pendekatan yang menempatkan karya yang sebenarnya dalam hubungannya dengan peradaban yang menghasilkannya. Peradaban di sini dapat didefisikan sebagai sikap-sikap dan tindakan-tindakan kelompok masyarakat tertentu dan memperlihatkan bahwa sastra mewadahi sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka sebagai persolan pokoknya)” ( (Rohrberger dan Woods, 1971:9).

4. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan , masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu, tetapi semua pendekatan itu menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial yang diciptakan oleh sastrawan sebagai angoota masyarakat.

5. Pendekatan Ekspresif

Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang mendasarkan pada pencipta atau pengarang karya sastra

6. Pendekatan Mimetik

Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang mendasarkan pada hubungan karya sastra dengan universe (semesta) atau lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra itu

7. Pendekatan Pragmatis

Sudut Pandang Pragmatis pandangan terhadap karya sastra (seni) secara pragmatis ini menggeser doktrin “seni (hanya) untuk seni” . Dalam kaitan ini, Horace, misalnya, mengetengahkan tesis dan kontratesisnya terhadap karya seni. Menurut Horace, bahwa seni harus dulce et utile atau menghibur dan bermanfaat (Wellek & Warren, l977). Karya seni yang menghibur dan bermanfaat harus dilihat secara simultan, tidak secara terpisah antara satu dengan yang lainnya.

8. Pendekatan Objektif

Pendekatan obyektif adalah pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra. Dengan pendekatan obyektif ini penelaah melihat karya sastra sebagai produk manusia atau artifak. Karya sastra, dalam hal ini, merupakan suatu karya yang otonom, yang dipisahkan dari hal-hal di luar karya itu sendiri. Dengan demikian telaah karya sastra dengan pendekatan obyektif beranjak dari aspek-aspek atau unsur-unsur yang langsung membangun karya sastra.

Diposkan oleh Marjan Fariq di 22.28 

Teori-Teori Sastra

Teori Psikoanalisis Sastra

Teori sastra psikoanalisis menganggap bahwa karya sastra sebagai symptom (gejala) dari pengarangnya. Dalam pasien histeria gejalanya muncul dalam bentuk gangguan-gangguan fisik, sedangkan dalam diri sastrawan gejalanya muncul dalam bentuk karya kreatif. Oleh karena itu, dengan anggapan semacam ini, tokoh-tokoh dalam sebuah novel, misalnya akan diperlakukan seperti manusia yang hidup di dalam lamunan si pengarang. Konflik-konflik kejiwaan yang dialami tokoh-tokoh itu dapat dipandang sebagai pencerminan atau representasi dari konflik kejiwaan pengarangnya sendiri. Akan tetapi harus diingat, bahwa pencerminan ini berlangsung secara tanpa disadari oleh si pengarang novel itu sendiri dan sering kali dalam bentuk yang sudah terdistorsi, seperti halnya yang terjadi dengan mimpi. Dengan kata lain, ketaksadaran pengarang bekerja melalui aktivitas penciptaan novelnya. Jadi, karya sastra sebenarnya merupakan pemenuhan secara tersembunyi atas hasrat pengarangnya yang terkekang (terepresi) dalam ketaksadaran.

Teori Sastra Struktural

Studi (kajian) sastra struktural tidak memperlakukan sebuah karya sastra tertentu sebagai objek kajiannya.

Yang menjadi objek kajiannya adalah sistem sastra, yaitu seperangkat konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur hubungan berbagai unsur dalam teks sastra sehingga unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain dalam keseluruhan yang utuh. Meskipun konvensi yang membentuk sistem sastra itu bersifat sosial dan ada dalam kesadaran masyarakat tertentu, namun studi sastra struktural beranggapan bahwa konvensi tersebut dapat dilacak dan dideskripsikan dari analisis struktur teks sastra itu sendiri secara otonom, terpisah dari pengarang ataupun realitas sosial. Analisis yang seksama dan menyeluruh terhadap relasi-relasi berbagai unsur yang membangun teks sastra dianggap akan menghasilkan suatu pengetahuan tentang sistem sastra.

Teori Sastra Feminis

Teori sastra feminisme melihat karya sastra sebagai cerminan realitas sosial patriarki. Oleh karena itu, tujuan penerapan teori ini adalah untuk membongkar anggapan patriarkis yang tersembunyi melalui gambaran atau citra perempuan dalam karya sastra. Dengan demikian, pembaca atau peneliti akan membaca teks sastra dengan kesadaran bahwa dirinya adalah perempuan yang tertindas oleh sistem sosial patriarki sehingga dia akan jeli melihat bagaimana teks sastra yang dibacanya itu menyembunyikan dan memihak pandangan patriarkis. Di samping itu, studi sastra dengan pendekatan feminis tidak terbatas hanya pada upaya membongkar anggapan-anggapan patriarki yang terkandung dalam cara penggambaran perempuan melalui teks sastra, tetapi berkembang untuk mengkaji sastra perempuan secara khusus, yakni karya sastra yang dibuat oleh kaum perempuan, yang disebut pula dengan istilah ginokritik. Di sini yang diupayakan adalah penelitian tentang kekhasan karya sastra yang dibuat kaum perempuan, baik gaya, tema, jenis, maupun struktur karya sastra kaum perempuan. Para sastrawan perempuan juga diteliti secara khusus, misalnya proses kreatifnya, biografinya, dan perkembangan profesi sastrawan perempuan. Penelitian-penelitian semacam ini kemudian diarahkan untuk membangun suatu pengetahuan tentang sejarah sastra dan sistem sastra kaum perempuan.

Teori Sastra Struktural

Teori resepsi pembaca berusaha mengkaji hubungan karya sastra dengan resepsi (penerimaan) pembaca. Dalam pandangan teori ini, makna sebuah karya sastra tidak dapat dipahami melalui teks sastra itu sendiri, melainkan hanya dapat dipahami dalam konteks pemberian makna yang dilakukan oleh pembaca. Dengan kata lain, makna karya sastra hanya dapat dipahami dengan melihat dampaknya terhadap pembaca. Karya sastra sebagai dampak yang terjadi pada pembaca inilah yang terkandung dalam pengertian konkretisasi, yaitu pemaknaan yang diberikan oleh pembaca terhadap teks sastra dengan cara melengkapi teks itu dengan pikirannya sendiri. Tentu saja pembaca tidak dapat melakukan konkretisasi sebebas yang dia kira karena sebenarnya konkretisasi yang dia lakukan tetap berada dalam batas horizon harapannya, yaitu seperangkat anggapan bersama tentang sastra yang dimiliki oleh generasi pembaca tertentu. Horizon harapan pembaca itu ditentukan oleh tiga hal, yaitu

1. kaidah-kaidah yang terkandung dalam teks-teks sastra itu sendiri,
2. pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan berbagai teks sastra, dan
3. kemampuan pembaca menghubungkan karya sastra dengan kehidupan nyata.

Butir ketiga ini ditentukan pula oleh sifat indeterminasi teks sastra, yaitu kesenjangan yang dimiliki teks sastra terhadap kehidupan real.

Teori resepsi sastra beranggapan bahwa pemahaman kita tentang sastra akan lebih kaya jika kita meletakkan karya itu dalam konteks keragaman horizon harapan yang dibentuk dan dibentuk kembali dari zaman ke zaman oleh berbagai generasi pembaca. Dengan begitu, dalam pemahaman kita terhadap suatu karya sastra terkandung dialog antara horizon harapan masa kini dan masa lalu. Jadi, ketika kita membaca suatu teks sastra, kita tidak hanya belajar tentang apa yang dikatakan teks itu, tetapi yang lebih penting kita juga belajar tentang apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri, harapan-harapan kita, dan bagaimana pikiran kita berbeda dengan pikiran generasi lain sebelum kita. Semua ini terkandung dalam horizon harapan kita.

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia.

Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939.

Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga “psikoanalisis” dan “psikoanalisis” Freud sama artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama “psikologi analitis” (en: Analitycal psychology) dan “psikologi individual” (en: Individual psychology) bagi ajaran masing-masing.

Psikoanalisis memiliki tiga penerapan:

1) suatu metoda penelitian dari pikiran;
2) suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia; dan
3) suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.

Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang disebut “psikoanalitis” berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi moderen dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam psikologi..

Sebagai tambahan, istilah psikoanalisis juga merujuk pada metoda penelitian terhadap perkembangan anak.

Dikkutip dari wikipedia.

Dalam ilmu seni rupa dan sastra ilmu psikoanalisis atau psiko analisa seringkali dikaitkan dengan aliran atau paham surealisme.

Surealisme merupakan gerakan seni yang mula-mula tumbuh di Eropa dan
kemudian meluas secara internasional. Misteri tentang ketidaksadaran yang
dihadapi para seniman seakan bertemu dengan wacana psikoanalisis yang
dikembangkan Sigmund Freud. Estetika yang dikembangkan kaum Surealis
berakar dari Dadaisme yang antiseni dan Pittura Metafisica Italia yang
mendedahkan dunia khayal di era sebelumnya
dikutip dari ( http://file.upi.edu/)

kata kunci menuju posting ini:

pengertian psikoanalisa PENGERTIAN dadaisme psikoanalisa pengertian psikosastra Teori pisikologi analisis psikoanalisis pengertian psikoanalisis psikologi analisa definisi psikoanalisis pengertian kubisme pengertian psiko sigmund freud psikoanalisis pengertian teori psikoanalisis apa itu psikoanalisa definisi psikoanalisa


SUMBER UTAMA Sudjana Wiranta
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "SASTRA DAN PSIKOLOGI"

 
Template By Kunci Dunia
Back To Top